“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf: 2).

Sabtu, 04 Februari 2012

URGENSI BAHASA ARAB

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan al-Qur’an dengan standar bahasa Arab dan mengutus rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dari kalangan Arab yang fasi. Amma ba’du.
Urgensi bahasa Arab meliputi banyak cabang disiplin ilmu yang tidak bisa dipisahkan dari bahasa arab, namun dalam makalah yang sederhana ini kami paparkan hal-hal penting yang terkait dengan kehidupan sehari-hari kaum muslimin yang akan dijelaskan dalam pembahasan nanti.
Tentunya tulisan ini hanya untuk membuka hati dan pikiran kita agar kita memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan bahasa Arab khususnya bagi para pemuda umat ini sesuai dengan profesi dan keahliannya masing-masing. Perlu kesadaran pada diri setiap muslim untuk mempelajari bahasa Arab karena bahasa Arab merupakan bahasa persatuan kaum muslimin.
URGENSI PENGETAHUAN BAHASA ARAB
Ada dua poin penting yang berkaitan dengan pentingnya mempelajari bahasa Arab, yaitu:

1. Sebagai sumber ilmu
2. Sebagai pemersatu ummat
A. Sumber Ilmu
Sepanjang sejarah, bahasa Arab merupakan bahasa yang memiliki cabang ilmu yang indah dan kekuatan sastra yang kokoh sehingga mudah dipahami.
Para ulama mengatakan bahwa seseorang sebelum dia membaca teks Arab dia sudah bisa paham baik dia berbahasa Arab aktif maupun pasif. Berbeda dengan bahasa lain dimana seseorang harus membacanya terlebih dahulu baru kemudian dia bisa paham.1
Bahasa Arab merupakan sumber keilmuan terutama ilmu-ilmu keislaman, karena al-Qu’an, al-hadits, al-atsar serta penjelasan para ulama terdahulu menggunakan bahasa Arab. Kita tidak bisa memahaminya kecuali dengan bahasa Arab. Ini adalah bagian dari mukjizat al-Qur’an yaitu memiliki standar bahasa yang baku yaitu bahasa Arab. Bahasa Arab merupakan sumber keilmuan karena terdapat beberapa hal sebagai berikut:
1. Sarana mencapai kemuliaan
Ilmu adalah kemuliaan dan tidak bisa diraih kecuali dengan bahasa. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberi kemuliaan pada bahasa Arab dengan dua yaitu:
a.Standar bahasa al-Qur’an adalah bahasa Arab.
Allah memilih bahasa Arab sebagai bahasa wahyu-Nya agar umat manusia bisa memahaminya dengan mudah. Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” 2
b.Memilih dan mengutus rasul-Nya dari orang Arab untuk seluruh alam. Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam.” 3
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan orang Arab “asli” yang sangat fasih berbicara dengan menggunakan bahasa Arab.
Bahasa Arab merupakan bahasa yang mulia sehingga menjaga diri seseorang dari kebodohan dan perselisihan. al-Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Manusia tidaklah menjadi bodoh dan berselisih, kecuali ketika mereka meninggalkan bahasa Arab dan cenderung pada bahasa Aristoteles.” 4
Oleh karena itu, banyak orang-orang mulia dari kalangan ulama, pendapat-pendapat mereka dijadikan sebagai sumber rujukan dalam memahami al-Qur’an al-Karim dan as-Sunnah an-Nabawiyah. Mereka diantaranya yaitu:
a.Al-Imam Syafi’i rahimahullah
Diriwayatkan dari Muhammad bin al-Hasan al-Ja’farani, dia berkata, “Saya tidak pernah melihat seorang pun yang lebih fasih dan lebih alim dari Imam syafi’i. Jika dibacakan syai’r di hadapannya pasti beliau mengetahuinya, beliau adalah ibarat lautan ilmu.” 5
Dalam riwayat yang lain, dari Rabi’ah bin Sulaiman, dia berkata, “Saya mendengar Ibn Hisyam rahimahullah pengarang buku Maghazi berkata, “Imam Syafi’i adalah hujjah dan bahasa.” 6
b.Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
Ibrahim al-Harbi rahimahullah berkata, “Saya melihat Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah seakan-akan Allah mengumpulkan ilmu orang terdahulu dan terakhir untuknya.” 7
c.Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahullah
Abu Hayyan rahimahullah adalah guru para ahli Nahwu, ketika dia bertemu dengan Ibn Taimiyah rahimahullah, dia berkata, “Kedua mata saya belum pernah melihat orang seperti Ibn Taimiyah.” 8
Dengan demikian, para ulama mendapat kemuliaan baik disisi manusia maupun disisi Allah karena mereka menjadikan bahasa Arab sebagai sarana untuk memahami agama ini.
2. Sarana memahami agama
Bahasa arab merupakan sarana yang paling penting untuk memahami agama Islam. Hal ini karena al-Qur’an, al-hadits, al-atsar, tafsir, dan penjelasan para ulama sebagian besar menggunakan bahasa Arab. Untuk bisa memahaminya kita membutuhkan sarana yaitu bahasa Arab.
Oleh karena itu, sahabat yang mulia al-Faruq Umar bin khaththab radiallahu ‘anhu diriwayatkan telah menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari radiallahu ‘anhu seraya berkata,
تعلموا العربية فإنها من دينكم……
“Belajarlah bahasa Arab karena sesungguhnya bahasa Arab itu bagian dari agama kalian.” 9
Dalam riwayat yang lain dari Umar bin Zaid berkata, “Umar bin Khaththab radiallahu ‘anhu menulis surat kepada abu Musa al-Asy’ari radiallahu’anhu, ‘pahamilah sunnah dan pahamilah bahasa arab.’ ” 10
Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah mengarahkan penuntut ilmu hadits agar mempelajari bahasa dan Sastra arab. Beliau berkata, “Menurut pandangan saya, seorang penuntut ilmu yang mendalami ilmu hadits harus memperbanyak studi ilmu sastra dan bahasa Arab sehingga dia mampu menguasai fiqhul hadits dengan baik karena hadits adalah ucapan orang Arab (rasulullah) yang paling fasih.” 11
Keterangan di atas adalah wujud perhatian besar para ulama terhadap bahasa Arab yang merupakan sarana mereka dalam memahami agama Islam.
B. Pemersatu Ummat
Sebagai seorang muslim, kita meyakini bahwa bahasa Arab bukanlah bahasa orang Arab semata, akan tetapi merupakan bahasa kaum muslimin di seluruh dunia yang dengannya kaum muslimin menyatu dalam beberapa aspek ibadah dan dengan tujuan ini pula Allah menurunkan al-Qur’an menggunakan bahasa bahasa Arab.
Jika bahasa Arab hanya menjadi bahasa orang (bangsa) Arab saja maka tidak mungkin Allah menurunkan al-Qur’an dengan bahasa Arab. Hal itu bertentangan dengan firman-firman-Nya, seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan mengenai “sumber ilmu”.
Dalam Islam, ada beberapa ibadah yang tidak bisa dikerjakan kecuali dengan bahasa arab, diantaranya sebagai berikut:
1.Shalat
Shalat tidak sah kecuali dengan bahasa arab, mulai dari panggilan untuk shalat (adzan dan iqamah), dan saat melakukan shalat yang diawali dengan takbiratul ihram, bacaan ayat-ayat al-Qur’an, dzikir-dzikir, dan salam, semua itu diucapkan dengan bahasa arab.
2. Dzikir-dzikir dan do’a-do’a
Dzikir dan do’a pada asalnya mengunakan bahasa Arab. Hal itu lebih utama, termasuk dalam dzikir adalah membaca al-Qur’an. Para ulama mengatakan diantara dzikir-dzkir yang paling utama adalah membaca al-Qur’an selain kalimat thayyibah (لا إله إلا الله).
Seseorang dikatakan telah membaca al-Qur’an jika dia membaca teks aslinya. Orang yang membaca terjemahannya tidaklah dikatakan membaca al-Qur’an, karena bisa jadi terjemahan itu keliru.
Walaupun dzikir dan do’a secara umum boleh menggunakan bahasa terjemahan (bahasa Ibu) bagi orang non-Arab, namun “tidak” di semua tempat dan waktu boleh berdzikir dan berdo’a menggunakan bahasa non-Arab.
 Imam Syafi'i berkata: "Manusia tidak menjadi bodoh dan selalu berselisih paham kecuali lantaran mereka meninggalkan bahasa Arab, dan lebih mengutamakan konsep Aristoteles". [2]

Itulah ungkapan Imam Syafi'i buat umat, agar kita jangan memarginalkan bahasa kebanggaan umat Islam. Seandainya sang imam menyaksikan kondisi umat sekarang ini terhadap bahasa Arab, tentulah keprihatian beliau akan semakin memuncak.

Bahasa Arab berbeda dengan bahasa-bahasa lain yang menjadi alat komunikasi di kalangan umat manusia. Ragam keunggulan bahasa Arab begitu banyak. Idealnya, umat Islam mencurahkan perhatiannya terhadap bahasa ini. Baik dengan mempelajarinya untuk diri mereka sendiri ataupun memfasilitasi dan mengarahkan anak-anak untuk tujuan tersebut.

Di masa lampau, bahasa Arab sangat mendapatkan tempat di hati kaum muslimin. Ulama dan bahkan para khalifah tidak melihatnya dengan sebelah mata. Fashahah (kebenaran dalam berbahasa) dan ketajaman lidah dalam berbahasa menjadi salah satu indikasi keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya saat masa kecil.

Redupnya pehatian terhadap bahasa Arab nampak ketika penyebaran Islam sudah memasuki negara-negara 'ajam (non Arab). Antar ras saling berinteraksi dan bersatu di bawah payung Islam. Kesalahan ejaan semakin dominan dalam perbincangan. Apalagi bila dicermati realita umat Islam sekarang pada umumnya, banyak yang menganaktirikan bahasa Arab. Yang cukup memprihatinkan ternyata, para orang tua kurang mendorong anak-anaknya agar dapat menekuni bahasa Arab.

KEISTIMEWAAN BAHASA ARAB
1. Bahasa Arab adalah bahasa Al Quran. Allah berfirman:

إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Sesungguhnya Kami telah menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kalian memahaminya.[3]

2. Bahasa Arab adalah bahasa Nabi Muhammad dan bahasa verbal para sahabat. Hadits-hadits Nabi yang sampai kepada kita dengan berbahasa Arab. Demikian juga kitab-kitab fikih, tertulis dengan bahasa ini. Oleh karena itu, penguasaan bahasa Arab menjadi pintu gerbang dalam memahaminya.

3. Susunan kata bahasa Arab tidak banyak. Kebanyakan terdiri atas susunan tiga huruf saja. Ini akan mempermudah pemahaman dan pengucapannya.

4. Indahnya kosa kata Arab. Orang yang mencermati ungkapan dan kalimat dalam bahasa Arab, ia akan merasakan sebuah ungkapan yang indah dan gamblang, tersusun dengan kata-kata yang ringkas dan padat.

PETUNJUK URGENSI BELAJAR BAHASA ARAB
1. Teguran Keras Terhadap Kekeliruan Dalam Berbahasa.
Berbahasa yang baik dan benar sudah menjadi tradisi generasi Salaf. Oleh karena itu, kekeliruan dalam pengucapan ataupun ungkapan yang tidak seirama dengan kaidah bakunya dianggap sebagai cacat, yang mengurangi martabat di mata orang banyak. Apalagi bila hal itu terjadi pada orang yang terpandang. Ibnul Anbari menyatakan: "Bagaimana mungkin perkataan yang keliru dianggap baik…? Bangsa Arab sangat menyukai orang yang berbahasa baik dan benar, memandang orang-orang yang keliru dengan sebelah mata dan menyingkirkan mereka”.

Umar bin Khaththab pernah mengomentari cara memanah beberapa orang dengan berucap: "Alangkah buruk bidikan panah kalian". Mereka menjawab,” قَوْمٌ مُتَعَلِّمِيْنَ نَحْنُ (kami adalah para pemula), [4]” maka Umar berkata, ”Kesalahan berbahasa kalian lebih fatal menurutku daripada buruknya didikan kalian… "[5]

2. Perhatian Salaf Terhadap Bahasa Arab.
Umar bin Khaththab pernah menulis surat kepada Abu Musa yang berisi pesan: "Amma ba'du, pahamilah sunnah dan pelajarilah bahasa Arab".

Pada kesempatan lain, beliau mengatakan: "Semoga Allah merahmati orang yang meluruskan lisannya (dengan belajar bahasa Arab)".

Pada kesempatan lain lagi, beliau menyatakan: "Pelajarilah agama, dan ibadah yang baik, serta mendalami bahasa Arab".

Beliau juga mengatakan: "Pelajarilah bahasa Arab, sebab ia mampu menguatkan akal dan menambah kehormatan". [6]

Para ulama tidak mengecilkan arti bahasa Arab. Mereka tetap memberikan perhatian yang besar dalam menekuninya, layaknya ilmu syar'i lainnya. Sebab bahasa Arab adalah perangkat dan sarana untuk memahami ilmu syariat.

Imam Syafi’i pernah berkata: “Aku tinggal di pedesaan selama dua puluh tahun. Aku pelajari syair-syair dan bahasa mereka. Aku menghafal Al Qur’an. Tidak pernah ada satu kata yang terlewatkan olehku, kecuali aku memahami maknanya".

Imam Syafi’i telah mencapai puncak dalam penguasaan bahasa Arab, sehingga dijuluki sebagai orang Quraisy yang paling fasih pada masanya. Dia termasuk yang menjadi rujukan bahasa Arab.

Ibnul Qayyim juga dikenal memiliki perhatian yang kuat terhadap bahasa Arab. Beliau belajar kepada Ibnul Fathi Al Ba'li kitab Al Mulakhkhash karya Abul Baqa`, Al Jurjaniyah, Alfiyah Ibni Malik, Al Kafiyah Asy Syafiah dan At Tashil. Beliau juga belajar dari Ali bin Majd At Tusi.

Ulama lain yang terkenal memiliki perhatian yang besar terhadap bahasa Arab adalah Imam Syaukani. Ulama ini menimba ilmu nahwu dan sharaf dari tiga ulama sekaligus, yaitu : Sayyid Isma'il bin Al Hasan, Allamah Abdullah bin Ismail An Nahmi, dan Allamah Qasim bin Muhammad Al Khaulani.

3. Anak-Anak Khalifah Juga Belajar Bahasa Arab.
Para khalifah, dahulu juga memberikan perhatian besar terhadap bahasa Arab. Selain mengajarkan pada anak-anak dengan ilmu-ilmu agama, mereka juga memberikan jadwal khusus untuk memperdalam bahasa Arab dan sastranya. Motivasi mereka, lantaran mengetahui nilai positif bahasa Arab terhadap gaya ucapan mereka, penanaman budi pekerti, perbaikan ungkapan dalam berbicara, modal dasar mempelajari Islam dari referensinya. Oleh karena itu, ulama bahasa Arab juga memiliki kedudukan dalam pemerintahan dan dekat dengan para khalifah. Para pakar bahasa menjadi guru untuk anak-anak khalifah.

Al Ahmar An Nahwi berkata,”Aku diperintahkan Ar Rasyid untuk mengajarkan sastra Arab kepada anaknya, Muhammad Al Amin. Al Makmun dan Al Amin juga pernah dididik pakar bahasa yang bernama Abul Hasan 'Ali bin Hamzah Al Kisai yang menjadi orang dekat Khalifah. Demikian juga pakar bahasa lain yang dikenal dengan Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin As Sari mengajari anak-anak Khalifah Al Mu'tadhid pelajaran bahasa Arab. Juga Abu Qadim Abu Ja'far Muhammad bin Qadim mengajari Al Mu'taz sebelum memegang tampuk pemerintahan”.
C. Kesimpulan.
Urgensi bahasa Arab selain sebagai bahasa al-Qur’an dan as-Sunnah adalah sebagai bahasa komunitas kaum muslimin di seluruh dunia. Apabila kita menengok sejarah perkembangan Islam maka tidak terlepas dari bahasa arab. Hal ini bisa kita lihat pada beberapa negara di Afrika yang sampai sekarang masih menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa ibu (bahasa sehari-hari). Wallahu a’lam
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

0 komentar:

Posting Komentar