“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf: 2).

Jumat, 08 November 2013

5 Alasan Mengapa Bahasa Arab mudah dipelajari

(Hari ini kita memiliki posting tamu dari Saqib Hussain, yang saat ini belajar di Kairo, dan merupakan guru bahasa Arab di Arab Studio.com Nikmati -.! Josh)





Arab memiliki reputasi yang cukup buruk (terlepas dari dampak kejadian terkini dan politik Timur Tengah), Sebagai bahasa yang sulit untuk dipelajari. Meskipun benar bahwa bahasa Arab klasik memiliki tradisi yang sangat kaya dan canggih baik puisi dan sastranya (yang tentunya akan memakan waktu lama untuk menguasai juga memahaminya) untuk percakapan fasih, akses ke media dll, Arab harus bersaing sebagai salah satu yang paling mudah dipelajari. Berikut ini alasannya:Kata penghubung yang mudahJika Anda pernah memikirkan tentang hal itu, bahasa Inggris dan bahasa-bahasa Eropa umum lainnya diajarkan di sekolah, penuh kata kerja tak beraturan. Itu sebabnya anak-anak kecil akan mengatakan hal-hal seperti "he hited me" - mereka tidak punya pegangan dalam bahasa Inggris, kita tidak selalu membentuk past participle menggunakan-ed ending.Bentuk past participle adalah salah satu contoh, bahkan tidak bisa saya mulai pada kata kerja "to be"! Inggris memiliki memusingkan is, am, are, was, were.Arab memiliki hal semacam itu. Tabel kata penghubung Arab lebih besar dari bahasa Inggris (dengan tunggal, ganda, plural, kategori maskulin dan feminin), tetapi sekali Anda telah belajar untuk satu kata kerja, Anda sudah selesai. Ada memang kategori verba disebut "lemah", yang kadang-kadang dianggap sebagai tidak teratur, namun pada kenyataannya setiap kelompok verba yang lemah (misalnya verba berongga, verba rusak) mengikuti pola yang sama sekali biasa, yang lemah sedikit dari kata penghubung.Pelajari satu kata, mendapatkan puluhan lebih bebas!Menjadi bahasa Semit, Arab memiliki sistem derivasi, dimana dari akar tunggal (didefinisikan sebagai kombinasi tiga huruf), Anda dapat memperoleh seluruh makna terkait. Jadi dari akar 'alm kita mendapatkan kata kerja' alima (mengetahui), 'allama (mengajarkan), a'lama (untuk menginformasikan), ta'allama (untuk belajar), ista'lama (untuk menanyakan).Selain itu, cara masing-masing kata kerja ini berhubungan dengan akar dasar 'alm juga membantu dengan penguasaan kosa kata. Jadi sedangkan 'alima (mengetahui) adalah kata kerja bentuk sederhana,' allama (mengajarkan) adalah bentuk kata kerja ke-2 (tengah akar huruf l dua kali lipat), dan kita menggunakan bentuk 2 untuk sebab-akibat. Jadi secara harfiah 'allama berarti menyebabkan seseorang tahu, dan karena itu untuk mengajar.Demikian pula, ta'allama (belajar) adalah bentuk ke-5, yang merupakan refleksif dari bentuk 2. Jadi ta'allama harfiah berarti menyebabkan diri Anda untuk tahu, dan karena itu untuk belajar.Dan lagi ista'lama (untuk menanyakan) adalah bentuk ke-10, yang digunakan untuk permintaan. Jadi ta'allama harfiah berarti meminta untuk tahu, dan karena itu untuk menanyakan.Pilih urutan kata Anda sendiri!Dunia Atlas Struktur Bahasa memperkirakan bahwa sekitar 35% dari bahasa memiliki Subjek-Verba-Object (SVO) urutan kata, seperti bahasa Inggris, (misalnya anjing mengejar kucing), 41% memiliki urutan SOV (Anjing kucing mengejar ), dan hanya 7% memiliki urutan VSO (Mengejar anjing kucing). Meskipun urutan kata standar dalam kalimat lisan bahasa Arab VSO, menjadikannya bagian dari minoritas ini, dalam urutan kata dalam bahasa Arab sebenarnya sangat fleksibel. Anda dapat menempel VSO, atau Anda dapat membuatnya sama seperti bahasa Inggris, SVO. Meskipun hal ini memiliki perbedaan halus dalam retorika bahasa Arab klasik, di Standard modern Arab dua perintah kata yang setara.Pengaruh Eropa!Arab dibagi menjadi Klasik Arab, Standard Arab modern (MSA - digunakan di media, tulisan modern dll) dan berbagai dialek geografis (misalnya bahasa Arab Mesir). Sebagian besar siswa Arab memulai pendidikan mereka dengan belajar bahasa Arab MSA, dan kemudian memperluas ke bentuk lain jika diperlukan.Meskipun tata bahasa dasar MSA identik dengan bahasa Arab klasik, telah secara signifikan dipengaruhi oleh terjemahan karya dari bahasa-bahasa Eropa. Dengan demikian, sejumlah frasa dan konektor, belum lagi kosa kata, telah memasuki bahasa, sehingga lebih mudah untuk berkomunikasi masuk Sebagai contoh, kata kerja untuk berbaring di Arab Klasik adalah transitif (sehingga kita mendapatkan konstruksi seperti dia berbohong temannya ). Dalam MSA, karena pengaruh bahasa Inggris dan Perancis, di mana keduanya kata kerja untuk berbohong adalah transitif (yaitu ia berbohong kepada temannya), kata kerja sekarang digunakan intransitif di MSA juga. Meskipun hal ini memiliki puritan di lengan, jika tujuan Anda adalah untuk belajar MSA, ini pasti membuat segalanya lebih mudah.Pengucapan Mudah!Meskipun belajar bahasa Arab akan melibatkan belajar alfabet yang sama sekali baru, setelah dipelajari, Anda bisa mendapatkan keuntungan dari fakta bahwa (1) Arab ditulis fonetis, sehingga setiap kata dieja persis seperti kedengarannya, dan (2) tidak ada intonasi yang benar untuk belajar dalam bahasa Arab (yang dalam bahasa Inggris akan harus dibaca "tidak ada yang benar dalam intonasi untuk belajar dalam bahasa Arab"), karena semua suku kata yang sama-sama stres.Arab pasti memiliki adil berbagi tantangan (sebagai salah satu dari murid-murid saya akan memberitahu Anda!), Tapi seperti budaya Arab, jika Anda dapat menyisihkan prasangka Anda, Anda hanya dapat belajar bahwa itu jauh lebih mudah untuk memahami dan bergaul dengan bahwa Anda pikir.

BELAJAR BAHASA ARAB PENTING DAN MUDAH DIPELAJARI

BAHASA ARAB PENTING DAN MUDAH DIPELAJARI
Pembahasan Dotabdrahman kali ini adalah tentang Bahasa arab. Artikel ini untuk menggugah semangat kita, umat Islam agar bisa semangat untuk belajar bahasa arab meskipun kita orang yang sibuk dengan aktifitas keduniaan kita (baik itu sekolah, kerja, mengajar dll). DotAbdurahman meyakinkan kepada pembaca semua, khususnya umat Islam bahwa belajar bahasa arab itu mudah dan bisa kita yakin bisa menguasainya. Berikut ini akan kami uraikan beberapa hal yang terkait dengan bahasa arab.
Keutamaan Bahasa Arab
Dalam buku beliau yang berjudul Pengantar Mudah Belajar Bahasa Arab , Ustadz Abu Hamzah Yusuf al-Atsary berkata: Bahasa Arab adalah bagian dari ilmu islam, meski kedudukannya sebagai wasilah (perantara) untuk memahami ilmu-ilmu utama dalam agama islam, namun bahasa arab mendapat posisi penting di antara ilmu-ilmu wasilah, sehingga para ulama banyak memberikan perhatian terhadap bahasa Arab.
Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata, bersungguh-sungguhlah untuk mempelajari ilmu syari dan yang dapat menopangnya seperti ilmu nahwu. (Syarh Riyadhus Shalihin : 3/ 120).
Imam As-Sakhawi Rahimahullah dalam kitab Fathul Mughits (3/ 160-164) menukil ucapan Al-Imam Asy-Syabi Rahimahullah :
An-Nahwu fii al-Ilmi ka al-Milhi fii ath-Thaaami
Nahwu di dalam ilmu ibarat garam pada makanan.
Makanan apapun akan terasa nikmat kalau garamnya cukup, demikian pula dengan ilmu agama, akan terasa nikmat dalam mempelajarinya jika memahami ilmu nahwu, oleh karena itu mendapatkan posisi cukup penting di antara ilmu-ilmu lainnya, bahkan Imam Asy-Syubah Rahimahullah mengatakan: barangsiapa yang pandai dengan hadits tetapi tidak pandai dengan bahasa Arab maka kedudukannya bagaikan badan tanpa kepala.
Imam Hammad Ibnu Salamah Rahimahullah juga menegaskan keadannya seperti keledai di atasnya ada keranjang (rumput) namun tidak ada gandum di dalamnya. (Fathul Mughits : 3: 160-164)
Ustadz Abu Hamzah Yusuf al-Atsary melanjutkan, Seorang yang berbicara, membaca atau mengungkapkan kalimat-kalimat Arab akan terasa enak untuk didengar manakala sesuai dengan tata bahasa Arabnya (nahwu dan sharaf), sehingga siapapun yang demikian keadaannya akan lebih dikedepankan dan lebih dihormati keberadaannya, disebutkan dalam sebuah syair:
An- Nahwu Zaidun Lilfataa Yukrimuhu haitsu ataa
Nahwu ibarat Zaid pada seorang pemuda Ia akan dihormati di manapun berada
Di tempat manapun orang-orang mempelajari nahwu, tentu akan mendapatkan sang phenomenon Zaid, sebagai contoh paling popular dalam bidang ilmu ini, sehingga namazaid pun selalu disebut-sebut. Dalam bahasa Indonesia, kita sering menjumpai nama Budi sebagai contoh paling popular, nama Budi pun menjadi tenar karena sering disebut-sebut.
Allah Subhanahu wa Taaa telah memberikan karunia yang sangat besar kepada kita berupa lisan sebagai satu-satunya bagian dari anggota badan yang dapat berbicara [di dunia]. Perkara yang telah diketahui bahwa ketika manusia ingin berbicara, maka bahasa yang digunakan tidak lepas dari bahasa lisan atau tulisan, semua bahasa yang keluar dari manusia mengandung unsur yang penting, unsur-unsur tersebut adalah huruf, kata dan kalimat; dari huruf akan terbentuk kata dan dari kata terbentuklah kalimat.
Buku-Buku Pelajaran Bahasa Arab
Untuk pemula dalam belajar bahasa Arab, Buku-buku yang kami rekomendasikan untuk kita pelajari pertama-tama antara lain:
1. Durusul Lughoh Jilid 1, 2 dan 3 Dr. Abdurrahim dari Universitas Islam Madinah.
2. Muyassar fi ilmi Nahwi karya Ustadz aceng Zakaria
3. Kitab Al Ajurrumiyah dan kajian tentangnya.
Kita bisa kursus kepada ustadz untuk mengajarkan kitab-kitab tersebut ataupun dengan mencari di Internet tentang rekaman kajian yang membahas kitab-kitab di atas. Sebagiannya bisa diperoleh di http://pintar-bahasa-arab.blogspot.com
Situs-situs Indonesia yang menyajikan Pelajaran Bahasa Arab
Beberapa situs di Internet telah menyediakan fasilitas khusus untuk belajar bahasa arab secara mandiri. Coba search di internet dengan kata kunci Belajar Bahasa Arab atau bahasa Arab mandiri , rekaman Kajian Bahasa Arab dan lain-lain. Salah satunya adalah situs Pintar Bahasa Arab. http://pintar-bahasa-arab.blogspot.com ; Situs tersebut menyediakan buku elektronik tentang bahsa arab, situs ini juga menyediakan rekaman-rekaman kajian bahasa arab dll.
Dauroh/ kajian Intensif Bahasa Arab
Selain kita bisa belajar sendiri dengan beberapa ebook, artikel, rekaman kajian yang bisa didapatkan di Internet. Kita Juga bisa mengikuti pengajian yang intensif dilaksanakan di Pondok pesantren seperti yang sekarang telah berlangsung, dauroh Bahasa Arab #Sebulan penuh di Mahad As-Sunnah Makassar yang terbuka untuk Umum. Informasi lengkap bisa dilihat disini.
Artikel ini diikutkan dalam #30hariNonStopNgeblog Hari kei#26

Rabu, 17 April 2013

Menjadi Pribadi yang Tawadhu

Menjadi Pribadi yang Tawadhu

Oleh: 
H. Habib Ziayadi
Mahasiswa Mahad Aly An-Nuaimy Angkatan ke-3
Pengasuh Ponpes Darul Muhibbin

100_1057


“Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang bertakwa.” (QS An-Najm 32)
Di antara karakter positif orang yang beriman adalah tawadhu’ (rendah hati). Ia tidak menganggap dirinya manusia super sehingga memandang sebelah mata orang lain. Al-Qur’an pun mencela orang menganggap diri paling benar dan suci sedangkan orang lain dipandang salah dan berdosa. Ia malah menganjurkan kita untuk bersikap santun dan rendah hati kepada sesama.
Tawadhu itu adalah amalan hati yang tercermin dalam berperilaku. Pribadi tawadhu’ tak mudah patah hati bila tak dipuji. Ia pandai memelihara hatinya. Keberhasilan kerja baginya tidak dinilai dari pujian yang diterima dan penghargaan yang diraih. Ia akan terus bekerja, berkarya, dan tidak akan berhenti dengan atau tanpa hal itu.
Tawadhu adalah sikapnya para pahlawan yang berbuat tanpa sorot kamera, tepuk tangan penonton, dan siulan orang yang terpukau. Pahlawan itu bukan artis yang haus popularitas. Pahlawan hanya berbuat baik, berjuang, dan berkorban demi kepentingan orang banyak.
Pribadi yang tawadhu’ tidak menganggap dirinya paling berperan dalam suatu amal usaha. Karakter keakuan atau ananiah dibuangnya jauh-jauh. Bila ada orang memuji bahwa dialah yang paling berjasa dalam sebuah tim, ia menyebut bahwa itu semata-mata berkat kerja sama. ia tidak ingin menyakiti perasaan mitra kerjanya. Ia sangat hati-hati mengucapkan “itu kan karena saya”, karena ia khawatir berkurang keikhlasannya.
Berbeda dengan pribadi yang tinggi hati. Jargonnya selalu “kalau bukan karena saya”. Lakonnya adalah orang yang paling berjasa. Hobinya mencari kesalahan dan tak segan meremehkan. Hal ini sungguh telah menyalahi hadits Rasul SAW, “Sesungguhnya Allah mewahyukan padaku agar kalian saling menghargai sehingga seorang tidak meremehkan dan menganiaya orang lain.” (HR Muslim)
Orang yang gemar menghargai atau mengapresiasi kinerja orang lain merupakan partner kerja yang baik. Sementara menutup mata atas prestasi orang, sibuk mencari kelemahan, dan mengkritik habis-habisan adalah partner kerja yag menjengkelkan. Apabila kita pelit memberikan apresiasi terhadap karya orang lain, berarti kita sudah menjadi sosok tinggi hati. Demikian juga dengan keengganan mengucapkan terima kasih. Sebaliknya sifat tawadhu’ itu mudah memberikan apresiasi dan tak segan berterima kasih.
Menjadi pribadi yang tawadhu’ lantas tidak akan menjadikan seseorang hina di mata orang lain. Tawadhu itu malah sikapnya para ksatria. Ia angkat topi melihat kesuksesan orang dan mengakui jika diungguli lawan. Bila demikian, Allah sendiri yang akan mengangkat derajatnya. Bisa saja saat ini kerja kerasnya tidak dihargai atau namanya tak banyak disebut orang, karena memang bukan itu tujuan dan harapannya. Tapi suatu saat bisa jadi namanya akan harum dan kebaikannya akan banyak dikenang. Bukankah bau yang harum lambat laun akan tercium semerbak wanginya?
Pribadi semacam ini tidak gila kehormatan. Kalaupun ia orang yang berhak dihormati, ia ingin penghormatan yang secukupnya saja. Ia bahkan merasa sungkan bila dihormati berlebihan. Ia merasa tidak nyaman bila saat datang, orang-orang berdiri untuknya. Sungguh ia khawatir hal itu membuatnya jumawa. Pribadi ini juga lebih banyak menengok ke bawah dari pada melongo ke atas. Artinya, ia tidak gusar atas kelebihan materi orang lain, apalagi dengki. Masih banyak karunia Allah yang dinikmatinya, dan banyak pula orang yang mempunyai kekurangan di bawahnya.
Toh, seandainya kita sudah menjadi pribadi tawadhu, lalu kita memuji diri kita sebagai orang baik, itu tidak dibenarkan. Sebab, itulah dia trik tipu daya syetan yang lebih halus. Aisyah ra ditanya, “Kapan seseorang itu menjadi buruk akhlaknya?” Beliau menjawab, “Jika ia mengira dirinya itu orang yang baik akhlaknya.”1
Rasul SAW bersabda:
“Sedekah tidak mengurangi harta. Tidaklah bertambah pada diri hamba yang pemaaf kecuali kemuliaaan.
Tidaklah seorang itu bersikap tawadhu kepada Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR Muslim).
Lihat pribadi Rasul saw. Beliau adalah pemimpin umat, penguasa di Madinah ketika itu. Beliau tidak segan membantu istrinya mengerjakan pekerjaan rumah. Beliau tidak malu bercengkrama dengan orang miskin. Siapapun yang datang tidak akan ditolak. Beliau menolak penghormatan yang berlebihan. Itu semata-mata karena ketawadhuan yang dimilikinya.
Pribadi tawadhu tahu akan keutamaan ini, sehingga ia tidak perlu bersikeras untuk ingin dihormati dan dihargai. Kita ambil contoh lagi dari para pendahulu kita baik para ulama atau pejuang kemerdekaan kita, nama mereka menjadi buah bibir bahkan tercatat dengan tinta emas sejarah. Padahal mereka dulu tidak ngotot minta penghargaan dan pengakuan. Bejuang dan berkurban dmi kepentingan orang banyak adalah darah dan daging mereka. Degan ketawadhuan yang dimikinya, Allah sendiri yang mengangkat nama mereka.
Apresiasi atau pujian dari orang lain bukan harga mati keberhasilan. Sebab, pujian dan apresiasi kadang diselimuti motif tertentu. Kerja dan karir tidak akan tamat tanpa keduanya. Pribadi yang tawadhu’ tak akan jera mengukir prestasi, merajut mimpi, dan memancangkan asa demi kemuliaan yang hakiki, mendapat ridha Allah SWT.

Sabtu, 12 Januari 2013

Belajar Bahasa Arab Sangat Penting

Segala puji bagi Allah. Kita memuji-Nya. Kita meminta pertolongan kepada-Nya. Dan kita berlindung kepada Allah dari kejelekan hawa nafsu dan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkan-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya maka tidak ada seorang pun yang sanggup menunjuki-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar selain Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Beliau telah menyampaikan risalah. Beliau pun telah menunaikan amanah. Beliau telah berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad. Semoga shalawat dan salam dari Allah selalu terlimpah kepadanya, kepada keluarga, para sahabat dan segenap pengikut mereka yang setia hingga hari kiamat tiba.
KEMULIAAN BAHASA ARAB
Sesungguhnya bahasa Arab merupakan bahasa yang dipilih oleh Allah untuk agama ini. Tidak ada seorang cerdik pun yang meragukan jikalau peranan bahasa Arab bagi ilmu-ilmu Islam itu sebagaimana peranan lisan bagi segenap anggota badan. Bahkan, tidaklah berlebihan jika kita katakan bahwa sesungguhnya kedudukan bahasa Arab itu ibarat jantung bagi tubuh manusia. Sebab ia merupakan bahasa agama Islam yang paling luhur. Dengan bahasa inilah Al Qur’an Al ‘Azhim diturunkan. Allah jalla wa ‘ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf : 2)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,”Hal itu dikarenakan bahasa Arab merupakan bahasa yang paling fasih, bahasa yang paling gamblang dalam hal pemaparan, bahasa yang paling luas cakupannya, dan bahasa yang paling banyak menyentuh berbagai makna yang dirasakan di dalam jiwa. Oleh sebab itulah kitab yang paling mulia ini diturunkan dengan bahasa yang paling mulia pula…”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,“Sesungguhnya tatkala Allah menurunkan kitab-Nya dengan bahasa Arab, tatkala Allah mengangkat Rasul-Nya sebagai penyampai Al Kitab dan Al Hikmah dari-Nya melalui lisan beliau yang berbahasa Arab, tatkala Allah menjadikan orang-orang yang terdahulu membela agama ini dalam keadaan bertutur kata dengan bahasa itu, dan terlebih lagi tatkala tidak ada cara lain untuk memelihara keutuhan ajaran agama dan memahaminya kecuali dengan menjaga bahasa ini, maka itu berarti mempelajarinya termasuk bagian dari ajaran agama dan akan lebih memudahkan orang dalam menegakkan syi’ar-syi’ar agama.”
Allah pun telah mencirikan Kitab-Nya sebagai sebuah kitab yang berbahasa Arab dan tidak mengandung kebengkokan. Allah mensifati Al Qur’an sebagai sesuatu yang lurus. Selain itu Allah juga mensifati Al Qur’an dengan sesuatu yang jelas. Allah berfirman yang artinya,”Allah menurunkan Al Qur’an ini dengan bahasa Arab yang jelas.” Allah pun mensifatinya dengan keadilan. Allah berfirman yang artinya,”Dan demikian pula Kami turunkan ia sebagai keputusan (keadilan) yang berbahasa Arab.” (dinukil dari Ta’liqaat Jaliyah)
HUKUM MEMPELAJARINYA
Syaikhul Islam mengatakan: “Dan sesungguhnya bahasa Arab itu sendiri bagian dari agama dan hukum mempelajarinya adalah wajib, karena memahami Al-Kitab dan As-Sunnah itu wajib dan keduanya tidaklah bisa difahami kecuali dengan memahami bahasa Arab. Hal ini sesuai dengan kaidah : Apa yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya maka ia juga hukumnya wajib. Namun disana ada bagian dari bahasa Arab yang wajib ‘ain dan ada yang wajib kifayah.” (Iqtidho shirothil mustaqim)
KEDUDUKAN ILMU NAHWU
Ilmu Nahwu adalah ilmu yang sangat penting. Sebab segala bidang ilmu syari’at pasti memerlukannya. Oleh sebab itu para penuntut ilmu sudah semestinya bersungguh-sungguh dalam memahami kaidah bahasa Arab dan berusaha untuk tidak terjatuh dalam kekeliruan dalam penuturan kata bahasa Arab. Khalifah Rasyid ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu menulis surat untuk Abu Musa Al Asy’ari yang isinya mengatakan,”Amma ba’du. Dalamilah ilmu As Sunnah. Pelajarilah ilmu bahasa Arab. I’rablah Al Qur’an, sebab ia itu berbahasa Arab.” Beliau pun berpesan,”Pelajarilah bahasa Arab karena sesungguhnya ia adalah bagian penting dari agama kalian. Pelajarilah ilmu waris, karena ia juga bagian penting dari agama kalian.”
Al Ashma’i rahimahullah mengatakan,”Sesungguhnya perkara yang paling aku khawatirkan menimpa penuntut ilmu tatkala dia tidak paham Nahwu maka dia akan tergolong kelompok orang yang disabdakan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,”Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku maka hendaknya dia mempersiapkan tempat duduknya di dalam neraka.” (HR. Bukhari [108] dan Muslim [1/10])
Maka tidaklah mengherankan jika Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan tentang keagungan ilmu Nahwu ini,”Orang yang memiliki pengetahuan yang luas dalam hal ilmu Nahwu maka dia akan menemukan jalan untuk menyusuri seluk beluk setiap bidang ilmu.” (Syadzaratu dzahab, Ibnul ‘Imad Al Hanbali, 231) Beliau juga pernah mengatakan,”Tidaklah ada sebuah pertanyaan masalah hukum yang dilontarkan kepadaku melainkan aku bisa menjawabnya dengan bantuan kaidah ilmu Nahwu.” (Syadzaratu dzahab, Ibnul ‘Imad Al Hanbali, 231) Beliau menegaskan bahwa ilmu Nahwu adalah jembatan untuk memahami ajaran syari’at. Beliau berkata,”Tidak ada maksudku dalam menekuninya -yaitu ilmu bahasa Arab- kecuali untuk membantuku dalam memahami persoalan hukum.” (Siyar A’lamin Nubalaa’, 1/75) (dinukil dari Ta’liqaat Jaliyah)
AWALNYA AGAK SULIT TAPI AKHIRNYA MUDAH
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan,”Sesungguhnya ilmu Nahwu adalah ilmu yang mulia. Sebuah ilmu perantara yang menjembatani kepada dua hal yang sangat penting; Pertama : guna memahami Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal itu dikarenakan pemahaman terhadap banyak permasalahan yang ada di dalamnya sangat tergantung kepada pemahaman ilmu Nahwu. Kedua : guna membenarkan ucapan menurut kaidah bahasa Arab, yang dengan bahasa inilah Kalamullah ‘Azza wa jalla diturunkan. Oleh sebab itu pemahaman ilmu Nahwu adalah perkara yang sangat penting. Meskipun untuk memahami Nahwu memang pada awalnya terasa sukar, namun pada akhirnya akan terasa mudah. Ada sebagian orang yang membuat perumpamaan tentang ilmu Nahwu ibarat sebuah rumah yang terbuat dari bambu namun pintunya terbuat dari besi. Maksudnya, rumah itu sulit untuk dimasuki, namun jika kamu sudah memasukinya maka segala sesuatu akan menjadi mudah bagimu. Karena itulah sudah semestinya setiap orang bersemangat dalam mempelajari prinsip-prinsip dasar ilmu tersebut sehingga materi-materi lainnya akan terasa mudah baginya. Janganlah dipikirkan komentar orang yang mengatakan,”Nahwu itu sulit.” Sehingga hal itu akan memunculkan anggapan dalam diri seorang penuntut ilmu bahwasanya dirinya tidak mungkin bisa menguasainya. Padahal ungkapan itu tidak sepenuhnya benar. Akan tetapi hendaknya kamu perkuat pemahamanmu terhadap prinsip-prinsip dasarnya sehingga materi-materi lainnya akan menjadi mudah untuk dimengerti.” (Syarah Ajurumiyah)
NIAT BAIK DAN PEMAHAMAN YANG BENAR
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Pemahaman yang benar dan niat yang baik adalah termasuk nikmat paling agung yang dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya. Bahkan tidaklah seorang hamba mendapatkan pemberian yang lebih utama dan lebih agung setelah nikmat Islam daripada memperoleh kedua nikmat ini. Bahkan kedua hal ini adalah pilar tegaknya agama Islam, dan Islam tegak di atas pondasi keduanya. Dengan dua nikmat inilah hamba bisa menyelamatkan dirinya dari terjebak di jalan orang yang dimurkai (al maghdhuubi ‘alaihim) yaitu orang yang memiliki niat yang rusak. Dan juga dengan keduanya ia selamat dari jebakan jalan orang sesat (adh dhaalliin) yaitu orang-orang yang pemahamannya rusak. Sehingga dengan itulah dia akan termasuk orang yang meniti jalan orang yang diberi nikmat (an’amta ‘alaihim) yaitu orang-orang yang memiliki pemahaman dan niat yang baik. Mereka itulah pengikut shirathal mustaqim..” (I’laamul Muwaqqi’iin, 1/87, dinukil dari Min Washaaya Salaf, hal. 44)
MENJAGA KEIKHLASAN
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya : Dengan cara apakah dapat diperoleh keikhlasan dalam menuntut ilmu ? Beliau menjawab : Ikhlas dalam menuntut ilmu itu bisa dicapai dengan beberapa hal :
Pertama : Dalam belajar engkau berniat demi melaksanakan perintah Allah. Karena Allah telah memerintahkannya, Allah berfirman (yang artinya), “Maka ketahuilah bahwasanya tiada sesembahan yang hak selain Allah dan mintalah ampun atas dosa-dosamu”. Dan Allah subhanahu wa ta’ala juga mendorong orang supaya menuntut ilmu. Sedangkan dorongan Allah atas sesuatu memberikan konsekuensi kecintaan dan keridhaan Allah terhadap hal itu.
Kedua : Dalam belajar engkau berniat demi menjaga syari’at Allah. Karena penjagaan syari’at Allah itu hanya bisa dilakukan dengan mempelajari dan menghafalkannya di dalam dada, dan bisa juga dengan mencatat.
Ketiga : Dalam belajar engkau berniat untuk melindungi syari’at dan membelanya. Karena seandainya tidak ada ulama niscaya syari’at tidak akan terlindungi. Dan tidak ada seorang pun yang menjadi pembelanya. Oleh sebab itulah, misalnya, kita dapati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan ulama yang lainnya bersikap lantang memusuhi ahli bid’ah dan membeberkan kebatilan bid’ah-bid’ah mereka, maka kami berpandangan bahwa mereka itu memperoleh kebaikan (pahala) banyak sekali.
Keempat : Dengan belajar itu engkau berniat mengikuti syari’at Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena engkau tidak mungkin bisa mengikuti syari’at beliau kecuali apabila engkau sudah mengetahui isi syari’at ini.
Kelima : Dengan belajar itu engkau berniat dalam rangka menghilangkan kebodohan dari dirimu sendiri dan dari orang lain (Kitabul ‘Ilmi, hal. 199)
BELAJAR DENGAN SABAR
Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alu Syaikh menasehatkan,“Dalam tahapan menuntut ilmu ada dasar-dasar ilmu yang harus dipelajari. Ilmu itu juga bertingkat-tingkat. Barangsiapa yang tidak menuntut ilmu sesuai dengan tingkatan-tingkatannya serta tidak memulainya dengan ilmu-ilmu yang dasar-dasar, maka sesungguhnya dia tidak akan bisa meraih hasilnya dengan baik. Perkara ini sering sekali saya ingatkan supaya ia tertanam kuat di dalam hati para penuntut dan pecinta ilmu. Yaitu sebuah prinsip penting yang menyatakan bahwasanya : Ilmu itu seharusnya dituntut sedikit demi sedikit dan berjalan terus beriringan dengan perjalanan waktu siang dan malam. Sebagaimana hal itu pernah dilontarkan oleh seorang Imam yang sangat populer yaitu Ibnu Syihab Az Zuhri. Ketika beliau mengatakan, “Barangsiapa yang menginginkan segudang ilmu secara sekaligus maka niscaya ilmu itu akan hilang darinya juga secara tiba-tiba. Karena sesungguhnya ilmu harus ditimba (sedikit demi sedikit) seiring dengan perjalanan waktu siang dan malam.” (Syarh Arba’in An Nawawiyah)
Inilah sedikit faedah yang bisa saya kumpulkan terkait dengan bahasa Arab dan kiat-kiat dalam mempelajarinya. Semoga bisa bermanfaat bagi penulisnya, pembacanya dan siapa pun yang turut menyebarluaskannya. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.

Kamis, 10 Januari 2013

Sedekah Kunci Sukses

Sudah bukan rahasia lagi kalau sedekah merupakan alat untuk membuat kita kaya. Bagaimana bisa? Bukankah sedekah itu member? Bagaimana mungkin member bisa membuat kita kaya? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini adalah pertanyaan dari orangyang masih belum paham arti sedekah yang sebenarnya.
Tahukah anda bahwa member dengan jalan sedekah sebenarnya merupakan tabungan kita untuk akherat. Harta yang kita miliki sebenarnya adalah harta yang kita sedekahkan. Jadi, semakin banyak kita bersedekah, semakin banyak pula tabungan kita untuk akherat nanti.
Menurut ustadz Yusuf Mansur yang sangat getol mensosialisasikan sedekah, sedekah yang dalam terminology Islam berrati berbagi ini merupakan kunci kesuksesan seseorang dalam berbisnis. Jika diperhatikan, pengusaha-pengusaha sukses adalah mereka yang banyak berbagi dengan sesamanya. Kita jarang sekali mendengar kan ada seorang pengusaha sukses yang sangat pelit?
Nabi juga pernah bersabda dalam hal sedekah, bahwa Allah SWT akan mengganti berkali-kali lipat harta yang engkau gunakan untuk bersedekah. Jika Allah SWT yang mengatakan seperti itu, siapa lagi yang biasa menghalanginya.
Bahkan sebuah ilmu ekonomi islam mengatakan bahwa ada beberapa hal yang membuat orang bisa menjadi mapan secara financial, yaitu: berdagang, investasi, emas, dan sedekah.  Ke empat hal inilah yang diajarkan untuk mencapai kekayaan dalam islam, bukan menabung atau menumpuk-numpuk harta.
Kepopuleran sedekah sebagai lambing kekayaan ini bahkan sudah go public. Pernahkah anda melihat kaos-kaos anak muda yang sekarang banyak beredar di pasaran yang bertuliskan slogan “Sedekah pangkal Kaya”? itulah keajaban sedekah. Semakin banyak kita member, semakin banyak pula yang akan kita dapat.
Tetapi sejatinya bukan itu yang kita harapkan. Sedekah merupakan sesuatu yang wajib karena ada sebagian dalam harta kita yang menjadi hak orang lain. Allah SWT yang maha pemberi menitipkan sebagian rizki orang lain kepada kita. Jadi, kewajiban kita adalah mengembalikannya.
Jika sampai tidak, maka kesengsaraan yang akan kita dapat karena telah menggunakan harta yang sebenarnya bukan menjadi milik kita.
Dalam sebuah ceramah, ustadz Yusuf Mansur juga selalu mengait-ngaitkan ibadah sedekah ini dengan shalat dhuha. Sedekah akan lebih afdol jika dibarengi dengan shalat dhuha, kenapa? Karena shalat dhuha merupakan shalat pembuka pintu rizki kita.
Jika hanya dengan sedekah saja Allah SWT akan mengganti harta berkali lipat, ditambah lagi dengan shalat pembuka pintu rizki, bisa anda bayangkan kesuksesan macam apa yang bisa diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang rajin malakukan ibadah sedekah dan melaksanakan shalat dhuha.
Tak akan habis harta kita dengan dipakai sedekah, bahkan janji Allah SWT akan melipat gandakannya merupakan awal dari kesuksesan dunia dan akherat melalui kegiatan yang dinamakan sedekah. Semoga dengan pengetahuan ini anda jadi semakin rajin bersedekah.
Photo Credit by : Maistora @flickr.com

DAFTAR DOSA-DOSA BESAR

Dosa besar ke-1     : Menyekutukan Allah (Berkeyakinan dan berbuat syirik)
Dosa besar ke-2    : Membunuh orang lain
Dosa besar ke-3    : Melakukan sihir, santet, guna-guna, dan semacamnya
Dosa besar ke-4    : Meninggalkan shalat secara sengaja, tanpa udzur syar’i
Dosa besar ke-5    : Menolak membayar zakat
Dosa besar ke-6    : Durhaka kepada kedua orang tua
Dosa besar ke-7    : Memakan harta hasil riba
Dosa besar ke-8    : Memakan harta anak yatim
Dosa besar ke-9 : Berdusta atas nama Nabi shallallahu ’alaihi wasallam (Membuat dan menyebarkan hadits palsu)
Dosa besar ke-10  : Berbuka pada siang hari bulan Ramadhan tanpa udzur ataupun rukhshah
Dosa besar ke-11   : Melarikan diri dari medan jihad yang sedang berkecamuk
Dosa besar ke-12   : Melakukan zina, dan ia sendiri bertingkat-tingkat dosanya
Dosa besar ke-13   : Penguasa yang berkhianat terhadap rakyatnya
Dosa besar ke-14  : Meminum khamr (minuman keras/memabukkan) meskipun tidak sampai mabuk
Dosa besar ke-15    : Bersikap sombong, membanggakan diri, dan mengagumi diri-sendiri
Dosa besar ke-16    : Memberikan kesaksian palsu
Dosa besar ke-17    : Berprilaku dan berbuat homoseks (liwath)
Dosa besar ke-18    : Menuduh wanita mukminah yang baik-baik dengan tuduhan zina (qadzf)
Dosa besar ke-19    : Menyembunyikan (mencuri) harta rampasan perang
Dosa besar ke-20    : Mengambil harta orang lain secara batil
Dosa besar ke-21    : Mencuri
Dosa besar ke-22    : Merampok dan mem-begal atau merompak
Dosa besar ke-23    : Bersumpah palsu
Dosa besar ke-24    : Sengaja berdusta
Dosa besar ke-25    : Melakukan tindakan bunuh diri, dan ini termasuk dosa besar yang paling besar
Dosa besar ke-26    : Hakim yang curang
Dosa besar ke-27    : Laki-laki yang mendiamkan isteri atau keluarganya bertindak serong, berlaku nista, dan berbuat tak senonoh (dayyuts)
Dosa besar ke-28    : Wanita yang berpenampilan dan berprilaku menyerupai laki-laki atau laki-laki yang berpenampilan dan berprilaku menyerupai wanita
Dosa besar ke-29    : Laki-laki muhallil, yakni yang menikahi wanita yang telah ditalak tiga oleh mantan suaminya, dengan niat langsung menceraikannya kembali, sesuai kesepakatan, agar bisa dinikahi lagi oleh suami lamanya, demikian pula sang suami lama yang menyuruh lelaki muhallil tersebut
Dosa besar ke-30    : Memakan bangkai, darah, dan daging babi
Dosa besar ke-31    : Tidak bersuci setelah buang air kecil
Dosa besar ke-32: Mengambil upeti dari para pedagang dan semacamnya, termasuk didalamnya pungutan-pungutan liar.
Dosa besar ke-33    : Berbuat riya’, atau pamer amal
Dosa besar ke-34    : Berkhianat atau mengkhianati amanat
Dosa besar ke-35   : Menuntut ilmu agama murni karena mengejar kepentingan duniawi, begitu sikap sengaja menyembunyikan ilmu dari orang-orang yang membutuhkannya
Dosa besar ke-36    : Suka mengungkit-ungkit pemberian
Dosa besar ke-37    : Mengingkari takdir
Dosa besar ke-38    : Mencuri dengar rahasia orang lain
Dosa besar ke-39    : Suka melaknat dan mencaci
Dosa besar ke-40    : Mengkhianati pemimpin
Dosa besar ke-41    : Membenarkan dukun, ahli nujum, paranormal, dan semacamnya
Dosa besar ke-42    : Wanita yang durhaka kepada suaminya
Dosa besar ke-43    : Memutuskan tali hubungan silaturahim
Dosa besar ke-44    : Pembuat patung dan gambar makhluk bernyawa
Dosa besar ke-45     : Suka menyebarkan fitnah (namimah)
Dosa besar ke-46    : Meratapi mayit (niyahah)
Dosa besar ke-47    : Mencela nasab (keturunan), merendahkan suku, dan semacamnya
Dosa besar ke-48    : Berbuat zhalim kepada sesama makhluk Allah
Dosa besar ke-49   : Memberontak terhadap imam yang sah secara syar’i dengan mengangkat senjata, dan mengkafirkan sesama muslim yang melakukan dosa besar. Dimana keduanya merupakan penyimpangan utama firqah Khawarij.
Dosa besar ke-50    : Menyakiti dan menghina sesama muslim
Dosa besar ke-51    : Menyakiti dan memusuhi para wali Allah
Dosa besar ke-52    : Laki-laki yang memanjangkan pakaian bawahnya sampai dibawah mata kaki (isbal) karena sikap sombong
Dosa besar ke-53    : Laki-laki yang mengenakan sutera dan emas
Dosa besar ke-54    : Budak yang melarikan diri dari tuannya
Dosa besar ke-55    : Menyembelih binatang sembelihan untuk dipersembahkan kepada selain Allah
Dosa besar ke-56    : Mengubah batas tanah, demi merampas hak orang lain
Dosa besar ke-57    : Mencela sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam
Dosa besar ke-58     : Mencela kaum Anshar secara khusus
Dosa besar ke-59 : Menyeru kepada kesesatan atau memelopori perbuatan yang buruk (membuat ”sunnah” yang buruk)
Dosa besar ke-60    : Wanita yang menyambung rambutnya, membuat tato di badannya, dan melakukan perubahan pada bagian-bagian tubuhnya dengan tujuan agar lebih indah dan semacamnya
Dosa besar ke-61    : Mengancam dan menodong saudaranya (sesama muslim) dengan senjata
Dosa besar ke-62    : Menisbatkan diri kepada selain ayah kandungnya
Dosa besar ke-63 : Thiyarah/Tathayyur, yang berarti meyakini akan adanya kesialan, dikaitkan hal-hal tertentu secara secara tidak syar’i, atau tidak logis.
Dosa besar ke-64    : Makan dan minum dari piring dan gelas yang terbuat dari emas atau perak
Dosa besar ke-65    : Melakukan debat kusir (berdebat untuk menang-menangan)
Dosa besar ke-66    : Mengebiri, menyiksa, dan membuat cacat budak/hamba sahaya
Dosa besar ke-67    : Berlaku curang dalam hal timbangan dan takaran
Dosa besar ke-68    : Merasa aman dari hukuman dan siksa Allah
Dosa besar ke-69    : Berputus asa dari rahmat Allah
Dosa besar ke-70    : Mengingkari kebaikan orang yang telah berbuat baik kepadanya
Dosa besar ke-71 : Menolak dengan sengaja untuk memberikan kelebihan air ke ladang tetangga
Dosa besar ke-72    : Membuat cap dan memukul pada muka binatang
Dosa besar ke-73    : Berjudi
Dosa besar ke-74    : Melakukan kejahatan (membunuh dan semacamnya) di Tanah Suci
Dosa besar ke-75    : Meninggalkan sholat Jum’at secara sengaja tanpa udzur syar’i
Dosa besar ke-76    : Memata-matai sesama muslim dan membuka rahasia kelemahan umat Islam kepada musuh
* Diringkaskan dari kitab Al-Kabaa-ir  wa Tabyiin al-Mahaarim  karya Imam Adz-Dzahabi.