“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf: 2).

Rabu, 18 April 2012

CARA MUDAH BELAJAR BAHASA ARAB

Cara Mudah Belajar Bahasa Arab

 

Tak diragukan lagi, kedudukan Bahasa Arab di dalam Agama ini sangatlah mulia. Allahsubhanahu wata’ala telah memberikan keutamaan yang agung kepada Bahasa Arab. Bahasa Arab dijadikan bahasa Al Qur’an, kitab suci kaum muslimin di seluruh dunia, bahasanya para penghuni surga, bahasanya para Nabi, serta keutamaan lainnya. Di samping itu, Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa tertua di dunia yang kaya akan kaidah struktur dan kosa kata. Maka dari itu, tidak sepantasnya seorang muslim mengabaikan salah satu bagian Agama Islam yang penting ini seperti dikatakan Umar Ibnul Khattab radhiyallahu anhu“Pelajarilah bahasa Arab, karena itu merupakan bagian dari agama kalian!”. Bagaimana seorang muslim mampu untuk merasakan lezatnya Al Qur’an dan As Sunnah, jika untuk memahami keduanya saja dia tidak bisa.
Oleh karena itu, tidak sepantasnya kaum muslimin menjauh dari bahasa mulia ini. Bahasa yang menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selama hidupnya.Bahasa yang menemani karya-karya para ulama’ yang senantiasa memenuhi lorong-lorong setiap masa sehingga kemurnian agama Islam -walhamdulillah- sampai saat ini masih terjaga serta keutamaan-keutamaan lainnya.
Dari sini, ana sebagai tholabul ‘ilmi merasa perlu untuk berbagi kiat dan cara supaya mudah belajar bahasa Arab meskipun banyak sekali rujukan-rujukan lainnya. Akan tetapi, semoga ini bisa melengkapi apa yang sudah ada.
Diantara kiat-kiat supaya mudah belajar Bahasa Arab adalah :
Pertama,Hendaknya mengikhlaskan niat mempelajarinya hanya karena Allah.
Ikhlas selalu diberi tempat utama oleh para ulama’ sebelum memasuki pembahasan. Ikhlas ini pula yang menjadi hadits pertama dalam Al Arba’in An Nawawiyyah. Maka, sudah selayaknya seorang penuntut ilmu memperhatikan hal ini. Tanamkan pada diri sendiri bahwa kita mempelajari bahasa Arab supaya mengangkat kejahilan yang ada pada diri kita terhadap agama ini, bukan untuk dunia atau semisalnya. Sungguh ikhlas merupakan hal yang berat oleh para salafush shalih terdahulu. Maka ana perlu juga berbagi kiat-kiat supaya ikhlas dalam beramal sebagai nasihat untuk kita bersama, diantaranya :
  • Berdo’a kepada Allah supaya kita dijadikan termasuk orang-orang yang ikhlas karena  Do’a merupakan senjatanya orang-orang mukmin
  • Sebisa mungkin menyembunyikan amalan sebagaimana yang banyak dilakukan oleh generasi salafush shalih terdahulu
  • Memperhatikan amal-amal orang shalih yang sudah mendahului kita, bukan membandingkan dengan orang-orang sezaman karena semua yang masih hidup tidaklah aman dari fitnah.
  • Memandang kecil amal-amal kita sehingga menumbuhkan semangat untuk memperbaiki amalan.
  • Menumbuhkan rasa takut tidak diterimanya amal. Inilah yang senantiasa dikhawatirkan oleh para salafush shalih dalam banyak riwayat.
  • Tidak terpengaruh ucapan orang.
  • Kesadaran bahwa surga dan neraka bukan di tangan manusia, akan tetapi di tangan Allah ‘azza wajalla semata.
  • Selalu mengingat bahwa kelak  di kubur kita akan sendirian. Yang menemani kita hanyalah amal shalih yang ikhlas karena Allah semata.
Itu beberapa kiat supaya ikhlas yang ana kumpulkan dari berbagai kajian. Kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar kita dijadikan Allah termasuk orang-orang yang ikhlas.
Kedua. Hendaknya menyiapkan perbekalan berupa kelancaran membaca tulisan Arab
Tidaklah mungkin seorang akan menjadi lancar berbahasa Arab sedangkan dia masih terbata-bata membaca tulisan Arab. Hal ini sering sekali dijumpai pada sebagian orang tergesa-gesa dalam belajar. Maka selayaknya seorang penuntut ilmu memperhatikan kelancaran dan kefasihan membaca tulisan Arab sehingga hal ini menjadi bekal penting nantinya untuk terjun belajar bahasa Arab.
Ketiga. Hendaknya belajar di bawah bimbingan guru yang ahli di bidangnya.
Hal ini sering menjadi kekeliruan oleh penuntut ilmu apapun ketika belajar tanpa bimbingan guru (otodidak). Hal ini pula yang selalu dinasehatkan oleh para ulama’ supaya menuntut ilmu dibawah bimbingan guru. Sebab, barangsiapa yang menjadikan kitabnya sebagai gurunya, maka dia akan lebih banyak salahnya dari pada benarnya. Hal ini disebabkan karena pemahaman setiap orang berbeda-beda. Contoh gampangnya, ketika ujian kita dapati jawaban satu dengan lainnya tidaklah sama berdasarkan pemahaman murid yang berbeda-beda. Itu pun masih dalam bimbingan guru, maka bagaimana lagi kalau tanpa bimbingan guru? Bagaimana lagi jika yang dipelajari secara otodidak adalah ilmu agama?Tentu dikhawatirkan dia akan sesat dan menyesatkan.
Keempat.Hendaknya seorang yang belajar menghiasi dirinya dengan sabar
Seorang penuntut ilmu terkadang resah melihat dirinya masih saja membahas bab ini sementara teman-temannya yang lain sudah meninggalkannya sedemikian jauh. Maka hendaknya dia sabar dan tidak tergesa-gesa. Sebab, dampak paling buruk dari ketidaksabaran menuntut ilmu adalah dia berpaling dari ilmu tersebut, tidak mau mempelajarinya lagi. Kita bisa lihat teladan-teladan agung para ulama dalam menuntut ilmu yang apabila diceritakan kisah mereka dalam menuntut ilmu niscaya kita merasa takjub, salah satu kunci keberhasilan mereka menuntut ilmu adalah dengan sifat sabar. Al Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dengan sabarnya satu malam hanya mengumpulkan faedah dari 1 buah hadits sehingga terkumpul 1000 faedah. Kalau kita, baru seumur jagung dalam belajar bahasa Arab saja sudah berangan angan membaca Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiah, Al Mughni Ibnu Qudamah, dan lainnya.
Kelima. Hendaknya thalabul ‘ilmi bersungguh-sungguh dalam belajar, muraja’ah, dan menjaga ilmu yang telah tertancap pada dirinya.
Kesungguhan merupakan salah satu sebab seseorang berhasil dalam belajar bahasa Arab. Sikap pantang menyerah adalah sikap yang diwariskan oleh para ulama’ kepada manusia setelah generasi mereka. Kita lihat metode yang diwariskan oleh para ulama menuai hasil yang menakjubkan. Al Imam Al Bukhori rahimahullah bolak-balik bangun di malam hari hanya sekedar mencatat hadits yang beliau ingat. Hal ini sebagai bukti semangat beliau dalam penjagaan agama ini. Maka hendaknya hal ini perlu kita perhatikan bersama karena jika semangat seseorang tengah membara kepada suatu hal, apapun akan berusaha dia lakukan demi mendapatkan sesuatu tersebut.
Keenam. Hendaknya seorang yang belajar bahasa Arab memulai dari tingkatan yang paling mudah
Sebab, seorang belajar ibarat menapaki anak tangga. Untuk mencapai anak tangga kelima, dia harus melewati anak tangga pertama sampai keempat. Begitu pula belajar bahasa Arab. Seorang pemula yang baru pertama belajar bahasa Arab, hendaknya juga melalui anak tangga pertama. Kitab yang paling bagus untuk kalangan pemula sebagaimana yang ma’ruf di kalangan thalabul ilmi adalah Kitab Al Muyassar karangan Ust. A. Zakariya. Didalamnya terdapat kaedah-kaedah dasar bahasa Arab yang sangat penting khususnya masalah nahwu. Apabila hal ini telah selesai, maka tingkatan selanjutnya adalah cabang ilmu sharaf. Kitab yang bagus untuk masalah ini adalah kitab Mukhtarot yang dikarang oleh Al Ustadz Ainur Rofiq Ghufronhafizhahullah. Di dalamnya terdapat contoh-contoh tashrif yang sudah mencukupi bagi yang ingin mendalami ilmu tashrif. Di dalamnya juga terdapat kaedah-kaedah nahwu yang sebagiannya tidak ada dalam kitab Al Muyassar. Untuk mengetahui contoh tashrif yang paling lengkap, ada juga kitab Al Amtsilatu At Tashrifah. Dulu kitab ini ana pelajari waktu kecil tapi sekarang sudah tidak ana pelajari.
Terdapat pula rujukan kitab yang bagus dan mudah difahami oleh orang awam yang bisa juga dipelajari oleh pemula ataupun yang sudah belajar muyassar, yaitu kitab Pengantar Mudah Berbahasa Arab yang ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsari hafizhahullah. Isinya sebagian besar membahas kaedah dasar nahwu, namun ditulis dengan gaya berbeda. Sisi keunggulan kitab ini adalah disisipkannya mutiara-mutiara nasehat para ulama dalam menuntut ilmu pada beberapa halaman. Tujuannya, ketika thalabul ilmi sudah mulai jenuh atau bosan ketika menuntut ilmu, dengan adanya petikan nasehat para ulama tersebut dapat membuatnya semangat kembali.
Setelah kaedah dasar nahwu dan sharaf dikuasai, dapat melangkah ke tingkat lanjutan. Kitab yang bagus dalam masalah ini adalah kitab Mulakhkhos atau kitab Muyassar II. Di dalam kitab Mulakhkhos terdapat rincian yang lebih mendalam yang tidak ada pada kitab-kitab lain baik dalam masalah nahwu ataupun sharaf. Terdapat pula rincian-rincian tentang uslub (gaya bahasa) yang penting untuk memahami bahasa Arab.
Setelah thalabul ilmi telah melewati tahapan-tahapan ini, dia telah memiliki bekal awal untuk bisa membaca kitab gundul. Namun, hal ini kuranglah bermanfaat jika dia tidak mengikuti kajian-kajian yang di dalamnya dibahas kitab-kitab para ulama’. Jika dia menempuh jalan ini maka akan semakin mudah baginya untuk memahami bahasa Arab.
Ketujuh. Memperkaya Kosakata
Terkadang, seseorang sangat mahir dalam membaca kitab gundul. Akan tetapi, ketika ditanya artinya tak satupun yang dia pahami. Maka penting bagi kita untuk memperkaya kosakata serta teknik-teknik penerjemahan yang baik karena itu memerlukan pembelajaran khusus serta latihan khusus. Akan menjadi hal yang percuma jika kita belajar kaedah-kaedah bahasa Arab akan tetapi kita lupa kalau bahasa Arab itu pun memiliki arti dalam bahasa Indonesia.
Kedelapan. Hendaknya seorang yang belajar bahasa Arab terikat dengan Al Qur’an.
Sepintas memang agak tidak nyambung. Tapi tidaklah hal ini ana tulis melainkan telah ana buktikan sebagai metode ampuh dalam membaca kitab gundul. Seseorang ketika membaca kitab gundul ketika tersendat dalam suatu kalimat, tidak tahu ini marfu’ ,manshub, atau majrur, keterikatan dirinya terhadap AL Qur’an terkadang membantunya membacanya dengan benar. Dia akan merasakan sesuatu yang aneh kalau kalimat ini dibaca selain dengan cara ini karena di benaknya terngiang bahwa ada ayat atau hadits yang bunyinya kurang lebih sama dengan kitab gundul ini. Keterikatan terhadap Al Qur’an tidak hanya menentukan kita dapat menetukan i’rabnya, namun juga cara baca harokat kalimat sebelum harokat akhirnya.
Demikian sebatas kiat-kiat yang ana bagikan yang sebagian besar dari pengalaman ana sendiri, semoga kita diberi istiqamah untuk menuntut ilmu hingga akhir hayat.
Wallahu a’lam
Sumber : elektrocyber.wordpress.com


Kamis, 12 April 2012

Syarat Mencari Ilmu

Imam syafii suatu ketika mengubah syair. Sebuah syair tentang para pencari ilmu dan syarat-syarat memperoleh ilmu.

Kata Imam Syafii, tidaklah mungkin ilmu di dapat, kecuali dengan enam syarat. Enam syarat itu adalah dzaka, hirsh, ishtibar, bulghah, irsyadu ustadzin dan thulu zaman.

Bagaimanapun, seorang pencari ilmu, kata Imam Syafii, harus seseorang yang memiliki kecerdasan, dzaka. Dzaka adalah syarat yang tak bisa ditawar. Begitu pula hirsh, seorang pencari ilmu harus memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Tanpa semangat, seorang pencari ilmu hanya akan tenggelam dalam cita-cita palsunya yang tak pernah selesai dibangun. Kecerdasan dan semangat saja, tak cukup untuk menara ilmu yang sempurna. Para pencari ilmu harus membekali diri mereka dengan ishtibarin, kesabaran yang luas seperti samudera. Karena, semangat tanpa kesabaran hanya akan membuat pencari ilmu mudah terjerembab pada keputusasaan.

Selanjutnya, Imam syafi’i juga menyaratkan bhulgahtin, modal atau bekal. Karena setiap kesuksesan selalu meminta biaya. Kemajuan ilmu pengetahuan, memang bukan tiba-tiba jatuh dari langit. Semua usaha dikerahkan, termasuk dana dalam pencarian,penelitian dan sekian banyak percobaan. Dan, unsur paling penting dalam syarat imam Syafi’i adalah irsydul ustadzin, guru yang membimbing. Ilmu, memang bisa dicari tanpa guru. Ilmu mungkin saja didapat tanpa ustadz. Tapi guru dan pembimbing, tak akan pernah bisa tersingkir. Sebab, ilmu bukan hanya soal matematika, tapi juga transfer akhlak, moral dan akidah.
Dan terakhir, kata Imam Syafi’i, dalam ilmu pengetahuan, tak satu hal pun bersifat instan. Ilmu selalu membutuhkan thulu zaman, perjalanan waktu. Tak ada ilmu untuk orang-orang yang berfikir instan dan menghendaki hasil seperti mata yang dikedipkan. Tak ada ruang untuk orang-orang yang selalu ingin hasil secepat kilat.

Cukuplah enam syarat seperti yang dicatat oleh Imam Syafii. Janganlah berkurang, meski satu saja darinya. Sebab, semuanya mempunyai kaitan yang sangat erat. Dan akhir dari semua usaha, tetu dengan tengadah tangan dan berlapang dada, memanjat doa. Semoga Allah, dengan ilmu yang kita dapat, memberikan kesempatan seluas-luasnya, sehingga kita bermanfaat bagi umat. Dan memetik kemenangan, di dunia dan akhirat. Semoga Allah meringankan langkah para pencari ilmu dan meridhainya dengan cahaya di jalan yang benderang.

Rabu, 11 April 2012

Kekuatan Ukhuwah Islamiah

Kekuatan Ukhuwah Islamiah
oleh Prof. Dr. Ahmad Abdul Hadi Syahin
Ukhuwah Islamiah (persaudaraan Islam) adalah satu dari tiga unsur kekuatan yang menjadi karakteristik masyarakat Islam di zaman Rasulullah, yaitu pertama, kekuatan iman dan aqidah. Kedua, kekuatan ukhuwah dan ikatan hati. Dan ketiga, kekuatan kepemimpinan dan senjata.
Dengan tiga kekuatan ini, Rasulullah Saw. membangun masyarakat ideal, memperluas Islam, mengangkat tinggi bendera tauhid, dan mengeksiskan umat Islam atas muka dunia kurang dari setengah abad.
Pada abad ke-15 Hijriah ini, kita berusaha memperbaharui kekuatan ukhuwah ini, karena ukhuwah memiliki pengaruh kuat dan aktif dalam proses mengembalikan kejayaan umat Islam.
Kedudukan Ukhuwah dalam Islam
Ukhuwah Islamiah adalah nikmat Allah, anugerah suci, dan pancaran cahaya rabbani yang Allah persembahkan untuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas dan pilihan. Allahlah yang menciptakannya. Allah berfirman,
﴿فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا﴾
"...Lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara..." (QS: Ali Imran: 103).
Ukhuwah adalah pemberian Allah. Ia berfirman,
﴿لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ﴾
"...Walaupun kamu membelanjakan semua (kakayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka... (QS: Al-Anfal: 63)"
﴿وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ﴾
"...Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu." (QS: Ali Imran: 103).
Selain nikmat dan pemberian, ukhuwah juga kelembutan, cinta, dan kasih sayang. Rasulullah Saw. bersabda,
"مثل المؤمنين في توادِّهم وتراحُمِهم، كمثل الجسدِ الواحدِ، إذا اشتكى منه عضوٌ، تداعى له سائرُ الأعضاء بالسهر والحمى"
"Perumpamaan seorang mukmin dengan mukmin lainnya dalam kelembutan dan kasih sayang, bagaikan satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang merasa sakit, maka seluruh bagian tubuh lainnya turut merasakannya." (HR. Imam Muslim).
Ukhuwah juga membangun umat yang kokoh. Ia adalah bangunan maknawi yang mampu menyatukan masyarakat manapun. Ia lebih kuat dari bangunan materi, yang suatu saat bisa saja hancur diterpa badai atau ditelan masa. Sedangkan bangunan ukhuwah Islamiah akat tetap kokoh. Rasulullah Saw. bersabda,
"المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضًا"
"Mukmin satu sama lainnya bagaikan bangunan yang sebagiannya mengokohkan bagian lainnya." (HR. Imam Bukhari).
Ukhuwan tak bisa dibeli dengan uang atau sekedar kata-kata. Tapi ia diperoleh dari penyatuan antara jiwa dan jiwa, ikatan hati dan hati. Dan ukhuwah merupakan karakteristik istimewa dari seorang mukmin yang saleh. Rasulullah Saw. bersabda,
"المؤمن إلف مألوف، ولا خير فيمن لا يألف ولا يؤلف"
"Seorang mukmin itu hidup rukun. Tak ada kebaikan bagi yang tidak hidup rukun dan harmonis."

Dan ukhuwah Islamiah ini diikat oleh iman dan taqwa. Iman juga diikat dengan ukhuwah. Allah berfirman,
﴿إنما المؤمنون إخوة﴾
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. (QS: Al-Hujurat: 10)."
Artinya, mukmin itu pasti bersaudara. Dan tidak ada persaudaraan kecuali dengan keimanan. Jika Anda melihat ada yang bersaudara bukan karena iman, maka ketahuilah itu adalah persaudaraan dusta. Tidak memiliki akar dan tidak memiliki buah. Jika Anda melihat iman tanpa persaudaraan, maka itu adalah iman yang tidak sempurna, belum mencapai derajat yang diinginkan, bahkan bisa berakhir dengan permusuhan. Allah berfirman,
﴿الأَخِلاَّءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ ﴾
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS: Al-Zukhruf: 67).
Keutamaan Ukhuwah Islamiah
Dari ukhuwah Islamiah lahir banyak keutamaan, pahala, berpengaruh positif pada masyarakat dalam menyatukan hati, menyamakan kata, dan merapatkan barisan. Orang-orang yang terikat dengan ukhuwah Islamiah memiliki banyak keutamaan, diantaranya:
1. Mereka merasakan manisnya iman. Sedangkan selain mereka, tidak merasakannya. Rasulullah Saw. bersabda,
"ثلاثة من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان: أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا الله، وأن يكره أن يعود إلى الكفر بعد أن أنقذه الله منه كما يكره أن يُقذف في النار"
"Ada tiga golongan yang dapat merasakan manisnya iman: orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari mencintai dirinya sendiri, mencintai seseorang karena Allah, dan ia benci kembali pada kekafiran sebagaimana ia benci jika ia dicampakkan ke dalam api neraka." (HR. Imam Bukhari).
2. Mereka berada di bawah naungan cinta Allah, dilindungi Arasy Al-Rahman. Di akhirat Allah berfirman,
"أين المُتحابُّون بجلالي، اليومُ أُظِلُّهم في ظلي يوم لا ظلَّ إلا ظِلي"
"Di mana orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, maka hari ini aku akan menaungi mereka dengan naungan yang tidak ada naungan kecuali naunganku." (HR. Imam Muslim).
Rasulullah Saw. bersabda,
"إن رجلاً زار أخًا له في قرية أخرى، فأرصد الله تعالى على مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا، فلما أتى عليه، قال: أين تريد؟ قال: أريد أخًا لي في هذه القرية، قال: هل لك من نعمة تَرُبُّها عليه؟ قال: لا، غير أنني أحببته في الله تعالى، قال: فإني رسول الله إليك أخبرك بأن الله قد أحبَّك كما أحببْتَه فيه"
"Ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di sebuah desa. Di tengah perjalanan, Allah mengutus malaikat-Nya. Ketika berjumpa, malaikat bertanya, "Mau kemana?" Orang tersebut menjawab, "Saya mau mengunjungi saudara di desa ini." Malaikat bertanya, "Apakah kau ingin mendapatkan sesuatu keuntungan darinya?" Ia menjawab, "Tidak. Aku mengunjunginya hanya karena aku mencintainya karena Allah." Malaikat pun berkata, "Sungguh utusan Allah yang diutus padamu memberi kabar untukmu, bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana kau mencintai saudaramu karena-Nya." (HR. Imam Muslim).
3. Mereka adalah ahli surga di akhirat kelak. Rasulullah Saw. bersabda,
"من عاد مريضًا، أو زار أخًا له في الله؛ ناداه منادٍ بأنْ طِبْتَ وطاب مَمْشاكَ، وتبوَّأتَ من الجنةِ مَنْزِلاً"
"Barangsiapa yang mengunjungi orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka malaikat berseru, 'Berbahagialah kamu, berbahagialah dengan perjalananmu, dan kamu telah mendapatkan salah satu tempat di surga." (HR. Imam Al-Tirmizi).
Rasulullah Saw. bersabda,
"إن حول العرشِ مَنابِرَ من نورٍ، عليها قومٌ لِبَاسُهم نورٌ، ووجوهُهم نورٌ، ليسوا بأنبياءَ ولا شهداءَ، يَغبِطُهم النبيُّونَ والشهداءُ". فقالوا: انعَتْهم لنا يا رسول الله. قال: "هم المتحابُّون في الله، والمتآخون في الله، والمُتزاوِرُون في الله" الحديث أخرجه الحافظ العراقي في تخريجه للإحياء وقال: رجاله ثقات (2/198) عن أبي هريرة رضي الله عنه.
"Sesungguhnya di sekitar arasy Allah ada mimbar-mimbar dari cahaya. Di atasnya ada kaum yang berpakaian cahaya. Wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukanlah para nabi dan bukan juga para syuhada. Dan para nabi dan syuhada cemburu pada mereka karena kedudukan mereka di sisi Allah." Para sahabat bertanya, "Beritahukanlah sifat mereka wahai Rasulallah. Maka Rasul bersabda, "Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, bersaudara karena Allah, dan saling mengunjungi karena Allah." (Hadis yang ditakhrij Al-Hafiz Al-Iraqi, ia mengatakan, para perawinya tsiqat).
4. Bersaudara karena Allah adalah amal mulia dan mendekatkan hamba dengan Allah.
وقد سُئل النبي صلى الله عليه وسلم عن أفضل الإيمان، فقال: "أن تحب لله وتبغض لله...". قيل: وماذا يا رسول الله؟ فقال: "وأن تحب للناس ما تحب لنفسك، وتكره لهم ما تكره لنفسك"
Rasul pernah ditanya tentang derajat iman yang paling tinggi, beliau bersabda, "...Hendaklah kamu mencinta dan membenci karena Allah..." Kemudian Rasul ditanya lagi, "Selain itu apa wahai Rasulullah?" Rasul menjawab, "Hendaklah kamu mencintai orang lain sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri, dan hendaklah kamu membenci bagi orang lain sebagaimana kamu membenci bagi dirimu sendiri." (HR. Imam Al-Munziri).
5. Diampunkan Dosa. Rasulullah Saw. bersabda,
"إذا التقى المسلمان فتصافحا، غابت ذنوبهم من بين أيديهما كما تَسَاقَطُ عن الشجرة
"Jika dua orang Muslim bertemu dan kemudian mereka saling berjabat tangan, maka dosa-dosa mereka hilang dari kedua tangan mereka, bagai berjatuhan dari pohon." (Hadis yang ditkhrij oleh Al-Imam Al-Iraqi, sanadnya dha'if).
Syarat dan Hak Ukhuwah
1. Hendaknya bersaudara untuk mencari keridhaan Allah, bukan kepentingan atau berbagai tujuan duniawi. Tujuannya ridha Allah, mengokohkan internal umat Islam, berdiri tegar di hadapan konspirasi pemikiran dan militer yang menghujam agama dan akidah umat. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya..." (HR. Imam Bukhari).
2. Hendaknya saling tolong-menolong dalam keadaan suka dan duka, senang atau tidak, mudah maupun susah. Rasul bersabda, "Muslim adalah saudara muslim, ia tidak mendhaliminya dan tidak menghinanya... tidak boleh seorang muslim bermusuhan dengan saudaranya lebih dari tiga hari, di mana yang satu berpaling dari yang lain, dan yang lain juga berpaling darinya. Maka yang terbaik dari mereka adalah yang memulai mengucapkan salam." (HR. Imam Muslim).
3. Memenuhi hak umum dalam ukhuwah Islamiah. Rasul bersabda,
"حق المسلم على المسلم ست: إذا لقيه سلَّم عليه، وإذا عطس أن يشمِّته، وإذا مرض أن يعُوده، وإذا مات أن يشيعه، وإذا أقسم عليه أن يبرَّه، وإذا دعاك فأجِبْه"
"Hak muslim atas muslim lainnya ada enam, yaitu jika berjumpa ia memberi salam, jika bersin ia mendoakannya, jika sakit ia menjenguknya, jika meninggal ia mengikuti jenazahnya, jika bersumpah ia melaksanakannya." (HR. Imam Muslim).
Contoh Penerapan Ukhuwah Islamiah
1. Rasul mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar, antara Aus dan Khazraj. Saat itu Rasul menggenggamkan tangan dua orang, seorang dari Muhajirin dan seorang lagi dari Anshar. Rasul berkata pada mereka, "Bersaudaralah karena Allah dua-dua."
Maka Rasulullah mempersaudarakan antara Sa'ad bin Rabi' dan Abdurrahman bin Auf. Saat itu, Sa'ad langsung menawarkan setengah hartanya kepada Abdurrahman, memberikan salah satu dari dua rumahnya. Bahkan ia siap menceraikan salah satu istrinya supaya bisa dinikahi oleh Abdurrahman.
Pemuliaan keimanan kaum Anshar ini diterima kaum Muhajirin dengan keimanan pula, sehingga Abdurrahman bin Auf berkata, "Biarkanlah harta, rumah, dan istrimu bersamamu. Tunjukkanlah aku pasar." Maka Abdurrahman meminjam uang dari Sa'ad, sehingga Allah membukakan pintu-pintu rizki baginya, sehingga Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu sahabat Nabi yang sangat kaya.
Allah berfirman, "Bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madiah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah pada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang diperlihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS: Al-Hasyr: 8-9).
2. Setelah perang Badar, kaum Muslimin menawan 70 orang musyrikin. Salah seorang dari kaum musyrik itu bernama Aziz, saudara kandungnya sahabat Rasul bernama Mus'ab bin Umair.
Ketika Mus'ab melihat saudara kandungnya, ia berkata pada saudaranya yang muslim, "Kuatkanlah ikatannya. Mintalah uang darinya sesukamu, karena ibunya memiliki banyak uang." Dengan terkejut Aziz berkata, "Apakah seperti ini wasiatmu atas saudaramu?" Mus'ab berkata, "Kamu bukan saudaraku, akan tetapi dia (sambil menunjuk seorang Muslim)." Ini menunjukkan bahwa ukhuwah atas dasar agama lebih kuat dari hubungan darah.
3. Pernah seorang sahabat Rasulullah memberikan segelas air kepada salah satu teman-temannya yang sedang mengembala kambing. Temannya tersebut memberikan air kepada teman kedua. Yang kedua memberikan kepada yang ketiga. Begitulah seterusnya, hingga air tersebut kembali pada yang memberikan air pertama kali, setelah tujuh kali air itu berpindahan tangan.
4. Salah seorang sahabat Rasul bernama Masruq memiliki hutang yang banyak. Namun karena saudaranya bernama Khaitsamah juga berhutang, maka Masruq membayar hutang Khaitsamah tanpa sepengetahuannya. Sedangkan Khaitsamah, mengetahui saudaranya masruq memiliki hutang yang banyak, ia pun membayarnya tanpa sepengetahuannya Masruq

Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT

Taqarrub kepada Allah adalah setiap aktivitas yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah Swt., baik dengan melaksanakan kewajiban, melaksanakan amalan-amalan sunnah nafilah maupun bentuk-bentuk ketaatan lainnya. Pengertian taqarrub kepada Allah tidak hanya terbatas pada aktivitas ibadah, sebagaimana yang diduga oleh kebanyakan kaum Muslimin dewasa ini, namun mencakup pula seluruh aktivitas mu’amalat, akhlaq, math’umat (berkaitan dengan makanan), malbusaat (berkaitan dengan pakaian) bahkan uqubat (pelaksanaan sanksi hukum di dunia oleh negara Islam/ Khilafah). Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Swt. berfirman:
“Dan tiada bertaqarrub (mendekat) kepada-Ku seorang hamba dengan sesuatu yang lebih Kusuka daripada menjalankan kewajibannya”. (Shahih Bukhari Juz 11, hal.292-297)
Berkata Imam Ibnu Hajar: “Termasuk dalam lafadz tersebut adalah seluruh kewajiban, baik fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah, sehingga dapat pula diambil pengertian darinya bahwa pelaksanaan perbuatan-perbuatan fardhu adalah aktivitas yang paling disukai Allah Swt.” Perbuatan-perbuatan fardhu dimaksud dapat disebutkan mulai dari melaksanakan shalat, menunaikan zakat, berbakti kepada kedua orangtua, menuntut ilmu, berjihad fi sabilillah, ber-amar ma’ruf nahi munkar, bersikap jujur dan ikhlas lillahi ta’ala dan istiqomah dalam setiap perbuatan, memakan makanan yang halal dan baik, menutup aurat, hingga pelaksanaan hukum-hukum hudud syar’iyah oleh negara Islam/ Khilafah atas tindak kriminal seperti perbuatan zina, liwath, mencuri, riddah (keluar dari Islam), membunuh dan lain sebagainya. Melaksanakan seluruh aktivitas tersebut pada hakekatnya adalah termasuk ke dalam cakupan pengertian pendekatan-diri seorang hamba yang mu’min kepada Rabb-nya.
Al-Qur’an telah menyebutkan beberapa kewajiban dan menganggapnya sebagai qurbah (pendekatan). Salah satu di antaranya adalah infaq fi sabilillah, yaitu berinfak untuk kepentingan perang di jalan Allah. Dalam hal ini Al Qur’an telah menganggapnya sebagai pendekatan yang besar (pengorbanan yang besar) yang diberikan oleh seorang mukmin untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
“Di antara orang-orang Arab Badui terdapat orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan menjadikan harta yang dia nafkahkan (dalam jihad fi sabilillah) sebagai pendekatan di sisi Allah dan jalan untuk mendapatkan do’a Rasulullah. Ketahuilah itu memang merupakan pendekatan bagi mereka. Allah akan memasukkan ke dalam rahmat-Nya (Surga). Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Terjemah Makna Qur’an Surat At-Taubah 99)
Al-Qur’an pun telah menjelaskan bahwa taqarrub kepada Allah dapat ditempuh dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan dan ibadah serta amal-amal shalih. Allah Swt. berfirman:
“Orang-orang yang mereka (orang-orang kafir) sembah, mereka itu sendiri mencari jalan menuju Tuhannya. Siapa di antara mereka yang lebih dekat. Mereka mengharap Rahmat-Nya (Surga-Nya) takut terhadap adzab-Nya (neraka)” (Terjemah Makna Qur’an Surat Al-Israa 57)
“Bukanlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian yang dapat mendekatkan diri kalian kepada kami; akan tetapi orang-orang beriman dan beramal shalih, merekalah yang mendapatkan pahala yang berlipat ganda karena apa yang mereka kerjakan. Dan mereka akan berada di tempat-tempat yang tinggi (Surga) dalam keadaan aman.” (Terjemah Makna Qur’an Surat Saba’ 37)
As-Sunnah menjelaskan pula bahwa di antara aktivitas yang akan mendekatkan diri seorang hamba kepada Rabb-nya adalah melaksanakan perbuatan-perbuatan sunnah, mandub, nafilah, dan ketaatan-ketaatan lainnya. Dalam hadits Qudsiy Allah Swt. berfirman:
“Tiada henti-hentinya seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan sunnah nafilah, sehingga Aku mencintainya.” (Shahih Bukhari, XI/292-297)
Amalan nafilah adalah setiap aktivitas yang merupakan tambahan dari amalan yang wajib, baik berupa shadaqah, shalat, maupun puasa dan sebagainya. Ada sebuah hadits yang memberi motivasi untuk menambah ketaatan, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Annas r.a. dari Nabi Saw. bahwasanya Beliau meriwayatkan dari Rabb-nya:
“Jika seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta; jika ia mendekati-Ku sehasta, Aku akan mendekatinya sedepa; jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatinya dengan berlari.” (Shahih Bukhari XI/199)
Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa taqarrub kepada Allah dengan mengerjakan amalan-amalan sunnah nafilah dan ketaatan akan mengangkat martabat seorang hamba di sisi Rabb-nya. Hal ini menjadikannya layak untuk mendapatkan pertolongan, bantuan dan dukungan dari Allah Swt. pada setiap aktivitas yang dilakukannya dalam rangka taat kepada Allah dan mencari keridhoan-Nya. Oleh karena itu, dalam sebuah hadits Qudsi Allah Swt. mengangkat derajat seorang hamba yang ber-taqarrub kepada-Nya sehingga Allah mengabulkan do’anya, mendukungnya dengan pertolongan, bantuan dan bimbingan-Nya. Hadits dimaksud adalah:
“Tiada henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan sunnah nafilah sehingga Aku mencintainya. Kalau Aku sudah mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengarannya yang ia mendengarkan dengannya dan Aku akan menjadi penglihatannya yang ia melihat dengannya; dan Aku akan menjadi tangannya yang ia pergunakan; dan Aku akan menjadi kakinya yang ia berjalan dengannya. Jika ia meminta kepada-Ku niscaya akan Kuberi yang ia minta; dan jika ia memohon perlindungan pada-Ku, niscaya Aku lindungi.”
Dalam lafadz yang lain disebutkan:
“Dan jika ia memohon (kemenangan) kepada-Ku, niscaya Kutolong.” (Fathul Baari, Syarah Shahih Bukhari, XI/341-345)
Martabat tersebut tidak akan dicapai kecuali oleh orang-orang yang telah melakukan kewajiban-kewajiban dan menambahnya dengan mengerjakan amalan sunnah nawafil, ketaatan, mandubaat, dan bukan oleh orang-orang yang melakukan kegiatan sunnah tetapi meninggalkan perbuatan wajib atau bahkan melakukan bid’ah dan perbuatan haram.
Buku ini bagus sekali dalam menyajikan beberapa contoh pendekatan diri kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya sebagai tambahan yang sangat dibutuhkan oleh setiap Muslim, apalagi bagi seorang pengemban dakwah. Sebab seorang pengemban dakwah ialah orang yang paling membutuhkan kuatnya tali hubungan dengan Allah guna menggapai pertolongannya dan bertawakal kepada-Nya dengan sebenar-benar tawakal. Penulis pun sangat menekankan hal itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam Muqaddimah buku ini.
Di antara contoh-contoh ketaatan dan pendekatan tersebut adalah meningkatkan kualitas amal perbuatan yaitu dengan memurnikan niat hanya untuk Allah semata dan menyesuaikannya dengan tuntutan Syara’; melaksanakan kewajiban, memperbanyak amalan sunnah nafilah seperti shalat rawatib, membaca Al-Qur’an, berdo’a, berdzikir dan ber-istighfar, murah hati dan mengutamakan orang lain, cinta dan benci karena Allah, sabar menghadapi cobaan, taat kepada Pemimpin Umat Islam/ Khalifah dalam melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban risalah Islam ke semua umat dan bangsa. Oleh karena itu, buku ini patut dibaca setiap Muslim dan dikuasai isinya oleh setiap pengemban dakwah yang telah memberikan wala’ (loyalitas) dan kontribusinya ke dalam gerakan perjuangan Islam. Apalagi ia ingin mewujudkan kemuliaan kaum Muslimin dan ingin mengokohkan agama Islam ini di muka bumi.
Dan Allah, yang menurunkan agama Islam ini, pasti akan memuliakan dan menolong agama-Nya melalui tangan sekelompok orang Mukmin yang sadar dan jiwa mereka telah dipenuhi dengan iman, taat dan cinta terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Abdurrahman Muhammad
Taqarrub Kepada Allah
Kunci Sukses Pengemban Dakwah
Oleh: Fauziy Sanqarith
Penerbit: Daarun Nahdlah Al-Islamiyah