“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf: 2).

Selasa, 28 Februari 2012

MENJAGA KEMURNIAN AL-QUR'AN



   
Menjaga Kemurnian Alquran

Menjaga Kemurnian Alquran

Sabtu, 30 Januari 2010 03:51 WIB
Judul buku: 10 Bersaudara Bintang Alquran
Penulis: Izzatul Jannah dan Irfan Hidayatullah
Penerbit: Arkanleema (Sygma Publishing)

Alquran adalah satu-satunya Kitab Suci agama samawi yang terjaga kemurniannya hingga sekarang. Alquran bahkan terbebas dari 'ramuan' campur tangan si penerimanya sendiri, Muhammad, karena ia adalah Nabi yang ummi, tidak bisa membaca dan menulis. Selain itu, Alquran sendiri menyatakan bahwa ucapan Muhammad itu adalah wahyu (QS An-Najm [53]: 3-4). Sebagai Kitab Suci agama samawi, Alquran tentu turun dan diwahyukan dari 'langit', dari Yang Mahatinggi.

Ada banyak bukti yang tidak terbantahkan mengenai argumentasi ini.  Secara nyata, tidak ada seorang manusia pun yang hingga saat ini mampu membuat yang setara dengan Alquran, seperti yang ditantangkan Allah SWT dalam Alquran. Artinya, sangat jelas, Alquran bukanlah karya manusia dan tidak ada campur tangan manusia pula di dalamnya. Secara tertulis, tidak kurang dari 70 ayat dalam Alquran menyatakan bahwa Allah Yang Mahatinggi-lah yang menurunkan Alquran.

Selain menurunkan dan mewahyukan Alquran, Allah SWT berkomitmen menjaga kemurniannya hingga Hari Kiamat. Sebagai salah satu wujud komitmen-Nya, Allah menciptakan jutaan penghafal Alquran di seluruh dunia. Indonesia, sebagai negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, memiliki ribuan penghafal Alquran.

Fakta ini bisa dengan mudah dilihat di masjid-masjid besar saat bulan Ramadhan. Para imam yang mengimami qiyamullail di masjid-masjid itu hampir rata-rata adalah ustadz yang hafal Alquran. Fakta mutakhir tentang hal ini di Indonesia adalah SEPULUH BERSAUDARA PENGHAFAL ALQURAN. Kesepuluh bersaudara ini tidak lahir dari keluarga yang khusus mendalami Alquran. Mereka malah lahir dari ayah yang anggota DPR, sangat sibuk, dan jarang di rumah. Lebih dari itu, ibu mereka juga ternyata pemimpin organisasi wanita besar yang memiliki cabang di 28 provinsi di Indonesia, sangat sibuk, dan sering sekali pulang-pergi ke luar negeri.

Kesepuluh bersaudara ini tidak hanya menjadi bintang dalam hafalan Alquran. Mereka ternyata mampu menorehkan prestasi melangit di sekolahnya masing-masing. Kesepuluh bersaudara ini adalah: Afzalurrahman (24th): Hafal Alquran 30 juz, Teknik Geofisika ITB, Ketua Umum Majelis Taklim Salman ITB, peraih Pertamina Youth Program. Faris Jihady Hanifa (22th): Hafal Alquran 30 juz sejak usia 10 tahun, Fakultas Syariah LIPIA, Juara I Tahfiz Alquran Kerajaan Saudi Arabia.

Maryam Qanitat (20th): Hafal Alquran 30 juz sejak usia 16 tahun, Fakultas Dirasat Islamiyah Jurusan Hadits Al Azhar Islamic University Cairo, Lulusan Terbaik Pesantren Khusnul Khatimah. Scientia Afifah Taibah (18th): Hafal Alquran 26 juz, Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ahmad Rasikh Ilmi (17th): Hafal Alquran 15 juz, Lulusan Terbaik SMPIT Al Kahfi.

Ismail ghulam Halim (15th): Hafal Alquran 13 juz, Santri Teladan dan Favorit serta Juara Umum SMPIT Al Kahfi. Yusuf Zaim Hakim (14th): Hafal Alquran 9 juz, Peserta Pembinaan Pra-Olimpiade Nasional. Muhammad Syaihul Basyir (13th): Hafal Alquran 30 juz pada saat kelas 6 SD. Hadi Sabila Rosyad (11th): Hafal Alquran 2 juz; Juara I Lomba Membaca Puisi. Himmaty Muyassarah (9th): Hafal Alquran 2 juz.

Bagaimana dari seorang ayah dan ibu yang supersibuk tersebut lahir sepuluh bersaudara yang mampu menjadi bintang hafalan Alquran? Inilah yang secara gamblang dibahas dalam buku ini. Buku dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama menjelaskan bagaimana mereka berkomitmen menjadi 'penjaga' Alquran. Bagian kedua menjelaskan bagaimana keseluruhan dari keluarga ini berikhtiar membina keluarga qurani.

Bagian ketiga menjelaskan bagaimana seluruh keluarga ini menghadapi tantangan dan menemukan hikmah dalam menghafal Alquran. Bagian keempat menjelaskan profil kesepuluh bersaudara bintang hafalan Alquran. Bagian akhir (kelima) dari buku ini ditutup oleh penjelasan dari sudut pandang psikologis, mengapa menjadi penghafal Alquran itu menjadi sangat penting.

Buku ini tentu mengajarkan keteladanan bahwa menghafal Quran itu bisa dilakukan oleh siapa pun, termasuk oleh keluarga yang supersibuk sekalipun. Faktanya sudah sedemikian nyata. Oleh karena itu, sejatinya seluruh keluarga Muslim sudah dapat mulai membiasakan menghafal Alquran sejak sekarang.  Bagaimana cara dan memulainya? Teladani keluarga 10 bersaudara ini melalui buku 10 Bersaudara Bintang Alquran.
Redaktur: taufik rachman

STMIK AMIKOM

KEAJAIBAN AL-QUR'AN

Keajaiban Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan

 
 
 
 
 
 
i
 
83 Votes
Quantcast
Tata Surya Matahari dengan 8 planetnyaBenar kiranya jika Al Qur’an disebut sebagai mukjizat. Bagaimana tidak, ternyata ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan di abad ke 7 masehi di mana ilmu pengetahuan belum berkembang (saat itu orang mengira bumi itu rata dan matahari mengelilingi bumi), sesuai dengan ilmu pengetahuan modern yang baru-baru ini ditemukan oleh manusia.
Sebagai contoh ayat di bawah:
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” [Al Anbiyaa:30]
Saat itu orang tidak ada yang tahu bahwa langit dan bumi itu awalnya satu. Ternyata ilmu pengetahuan modern seperti teori Big Bang menyatakan bahwa alam semesta (bumi dan langit) itu dulunya satu. Kemudian akhirnya pecah menjadi sekarang ini.
Kemudian ternyata benar segala yang bernyawa, termasuk tumbuhan bersel satu pasti mengandung air dan juga membutuhkan air. Keberadaan air adalah satu indikasi adanya kehidupan di suatu planet. Tanpa air, mustahil ada kehidupan. Inilah satu kebenaran ayat Al Qur’an.
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur’an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Al Qur’an, 21:33)
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Al Qur’an, 36:38)
Langit yang mengembang (Expanding Universe)
Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Menurut Al Qur’an langit diluaskan/mengembang. Dan inilah kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi.
Gunung yang Bergerak
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” [QS 27:88]
14 abad lampau seluruh manusia menyangka gunung itu diam tidak bergerak. Namun dalam Al Qur’an disebutkan gunung itu bergerak.
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Gambar Gerakan Gunung / BenuaPara ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)
Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al Qur’an.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)
Ramalan Kemenangan Romawi atas Persia
“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).” (Al Qur’an, 30:1-4)
Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal, Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut kemenangan kembali. Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius bagi Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium, Heraklius, telah memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan dijadikan uang untuk membiayai pasukan perang. Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran tersebut berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia. (Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299.)
Diselamatkannya Jasad Fir’aun
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu” [QS 10:92]
ramses.jpgMaurice Bucaille dulunya adalah peneliti mumi Fir’aun di Mesir. Pada mumi Ramses II dia menemukan keganjilan, yaitu kandungan garam yang sangat tinggi pada tubuhnya. Dia baru kemudian menemukan jawabannya di Al-Quran, ternyata Ramses II ini adalah Firaun yang dulu ditenggelamkan oleh Allah swt ketika sedang mengejar Nabi Musa as.
Injil & Taurat hanya menyebutkan bahwa Ramses II tenggelam; tetapi hanya Al-Quran yang kemudian menyatakan bahwa mayatnya diselamatkan oleh Allah swt, sehingga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.
Perhatikan bahwa Nabi Muhammad saw hidup 3000 tahun setelah kejadian tersebut, dan tidak ada cara informasi tersebut (selamatnya mayat Ramses II) dapat ditemukan beliau (karena di Injil & Taurat pun tidak disebut). Makam Fir’aun, Piramid, yang tertimbun tanah baru ditemukan oleh arkeolog Giovanni Battista Belzoni tahun 1817. Namun Al-Quran bisa menyebutkannya karena memang firman Allah swt (bukan buatan Nabi Muhammad saw).
Segala Sesuatu diciptakan Berpasang-pasangan
Al Qur’an yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam tumbuh-tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas yang tidak ditentukan.
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.” [Yaa Siin 36:36]
Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad. Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara rambang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.
Meskipun gagasan tentang “pasangan” umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan “maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut “parité”, menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
“…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat.”
Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-meteor melalui letupan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian “dikirim ke bumi”, persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur’an diturunkan.
Sumber:
Harun Yaya
Mukjizat Al Qur’an, Prof. Dr. Quraisy Syihab
BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern
Dr. Maurice Bucaille
Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science
Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi
Penerbit Bulan Bintang, 1979
Kramat Kwitang I/8 Jakarta
http://harry.sufehmi.com/archives/2006-06-15-1181/

KEISTIMEWAAN AL-QUR'AN

Keistimewaan Al-Qur’an

Salah satu keistimewaan Ummat Islam dibandingkan ummat lainnya ialah jaminan Allah terhadap Kitabullah Al-Quranul Karim. Al-Qur’an merupakan satu-satunya Kitab Allah yang dipastikan akan terpelihara keasliannya semenjak pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam hingga tibanya hari Kiamat. Hal ini tidak ditemukan di dalam Kitab Allah lainnya yang telah diwahyukan kepada para Nabi terdahulu. Baik itu Kitabullah Taurat yang di wahyukan kepada Nabiyullah Musa ‘alaihis salam maupun Kitabullah Injil yang diwahyukan kepada Nabiyullah Isa ‘alaihis salam. Tidak ada satupun ayat di dalam Taurat (mereka menyebutnya Perjanjian Lama) maupun Injil (mereka menyebutnya Perjanjian Baru) yang menyatakan bahwa otentitas kedua kitab tersebut bakal terjamin. Itulah sebabnya dewasa ini ditemukan berbagai versi Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Antara satu dengan lainnya terdapat banyak sekali perbedaan. Tidak seragam.
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS Al-Hijr [15] : 9)
Namun keistimewaan Al-Qur’an bukan hanya terletak pada jaminan keterpeliharaan keasliannya semata. Al-Qur’an diwahyukan Allah kepada Nabi Akhir Zaman agar menjadi petunjuk bagi segenap ummat manusia, tanpa kecuali. Oleh karenanya Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam juga ditegaskan Allah diutus untuk segenap ummat manusia, bahkan menjadi rahmat bagi segenap alam semesta.
Al-Qur’an bukan kitab khusus untuk menjadi petunjuk bagi ummat Islam semata. Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam tidak diutus untuk menjadi Nabi bagi bangsa Arab semata.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia. (QS. Al-Baqarah [2] : 185)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ
Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya. (QS. Saba [34] : 28)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya [21] : 107)
Sedangkan Nabi Musa ‘alaihis salam maupun Nabi Isa ‘alaihis salam diutus hanya khusus bagi sekelompok manusia yaitu Bani Israel alias ketuunan Nabi Ya’qub ‘alaihis salam yang nama lainnya ialah Nabi Israel ‘alaihis salam. Kitab Taurat dan Injil dengan demikian juga dimaksudkan untuk menjadi petunjuk sebatas bagi Bani Israel, bukan untuk segenap ummat manusia.
وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ
Dan Kami berikan kepada Musa ‘alaihis salam kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israel. (QS Al-Isra [17] : 2)
وَيُعَلِّمُهُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ وَرَسُولا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ
Dan Allah akan mengajarkan kepadanya (Isa ‘alaihis salam) Al Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil. Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israel. (QS. Ali-Imran [3] : 49)
Inilah keistimewaan peranan Al-Qur’an sekaligus peranan Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam yang sungguh sangat berbeda dengan peranan Taurat maupun Injil atau peranan Nabi Musa ‘alaihis salam maupun Nabi Isa ‘alaihis salam. Al-Qur’an dimaksudkan Allah untuk menjadi petunjuk bagi segenap manusia, apapun bangsa, suku, warna kulit, bahasa bahkan agamanya. Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam diutus Allah agar menjadi Nabi bagi segenap manusia di muka bumi apapun latar belakangnya.
Sedangkan Taurat dan Injil maupun Nabi Musa ‘alaihis salam dan Nabi Isa ‘alaihis salam diwahyukan dan diutus Allah untuk menjadi petunjuk dan Nabi bagi Bani Israel semata. Allah tidak pernah mengamanatkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam maupun Nabi Isa ‘alaihis salam agar mendakwahkan Taurat atau Injil kepada kalangan di luar Bani Israel. Sedangkan Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam jelas diamanatkan Allah agar mendakwahkan nilai-nilai Al-Qur’an kepada segenap ummat manusia, baik dia itu bangsa Arab atau bukan, muslim ataupun bukan. Dan itu juga berarti bahwa kita –ummat Islam– selaku pengikutnya berkewajiban mempromosikan Al-Qur’an agar menjadi petunjuk bagi segenap ummat manusia, baik mereka beriman kepadanya maupun tidak.
Permasalahan ini sangat penting mengingat bahwa dewasa ini kita sedang menjalani era penuh fitnah dimana upaya menyelewengkan makna seperti di atas luar biasa dilakukan oleh kaum kuffar dibantu kaum munafiqun. Salah satu fitnah yang sengaja disebarkan ialah virus faham pluralisme. Awalnya pluralisme cuma menawarkan gagasan “keharusan menghormati segenap penganut agama, apapun agamanya”. Sampai sebatas ini, Islam tidak mempermasalahkan, bahkan sesuai dengan ajaran Islam. Namun kaum pengusung pluralisme tidak berhenti hingga di situ. Mereka selanjutnya mempropagandakan bahwa “semua agama sama, semua agama baik, bahkan semua agama benar.” Inilah racunnya. Ketika seorang yang mengucapkan dua kalimat syahadat menelan begitu saja logika berfikir pluralisme hingga setuju dengan gagasan semua agama sama baiknya, sama benarnya, maka di situlah masalah muncul. Sebab jelas berdasarkan uraian di atas bahwa tidaklah sama antara satu agama dengan agama lainnya.
Bahkan antara tiga agama terbesar dunia dewasa ini –Islam, Kristen dan Yahudi– kedudukan dan peranannya tidaklah sama dan tidaklah setara.
Tidak saja kitab suci kaum Yahudi dan Nasrani dewasa ini telah mengalami distorsi yang begitu hebat, kemudian ditambah lagi bahwa Allah Rabb semesta alam mengamanatkan kepada Ahli Taurat maupun Ahli Injil untuk menjadikan kedua kitab tersebut petunjuk sebatas bagi kalangan Bani Israel, bukan untuk segenap ummat manusia. Sementara itu kitab suci Al-Qur’an tidak saja terjamin keasliannya sebagaimana pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam lima belas abad yang lalu, melainkan ia juga diperuntukkan bagi segenap ummat manusia di muka bumi hingga tibanya hari Kiamat.
Namun realitas dunia saat ini justeru kita menyaksikan bahwa ummat Islam alias Ahli Al-Qur’an justeru menjadi ummat yang mengekor kepada tradisi/budaya/kebiasaan kaum Yahudi dan Nasrani yang notabene dewasa ini merupakan pemimpin dunia modern. Tidak bisa kita pungkiri bahwa dunia dewasa ini dipimpin oleh kaum Barat yang terdiri dari Judeo-Christian Civilization (Peradaban Yahudi-Nasrani). Pantaslah bilamana dunia modern dewasa ini berada dalam perjalanan yang tidak jelas menuju masa depannya. Sebab yang memimpin dunia modern adalah fihak yang tidak memiliki wahyu yang masih asli bersumber dari Allah Rabb semesta alam, bahkan kalaupun mereka bisa menghadirkan kitab suci mereka yang asli namun Allah tidak pernah mengamanatkan kedua kitab suci mereka itu untuk menjadi petunjuk bagi segenap ummat manusia. Kedua kitab suci tersebut –Taurat dan Injil– hanya diperuntukkan bagi sekelompok kecil ummat manusia, yakni Bani Israel.
Sebaliknya, karena kebodohan dan kelemahan mental, ummat Islam justeru merelakan dirinya mengekor kepada berbagai konsep yang ditawarkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani pemimpin dunia modern. Sebagian besar Ahli Al-Qur’an dewasa ini mengidap penyakit inferiority complex alias mental pecundang sehingga mereka tidak keberatan mengekor kepada fihak Barat yang sesungguhnya berada dalam kesesatan.
Padahal justeru ummat Islam-lah satu-satunya kelompok manusia di muka bumi yang masih memiliki kejelasan kitab suci yang bersumber dari Allah Rabb semesta alam. Bahkan Allah telah melegalisir kitab suci tersebut agar diperlakukan sebagai petunjuk bagi segenap ummat manusia, bilamana mereka ingin selamat. Artinya, sesungguhnya hanya ummat Islam-lah satu-satunya fihak yang layak memimpin dan membimbing ummat manusia di era modern ini menuju kehidupan sejahtera secara hakiki dan abadi. Tetapi sayang seribu kali sayang, justeru tidak sedikit muslim dewasa ini yang bilamana diajak untuk diberlakukannya syariat Islam alias hukum Allah alias hukum Al-Qur’an, malah menolaknya dengan alasan bahwa kita tidak sepantasnya memaksakan agama Islam kepada orang-orang non-muslim. Laa haula wa laa quwwata illa billah…!
Sungguh tepatlah penggambaran Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam lima belas abad yang lalu mengenai kondisi ummat Islam di era penuh fitnah dewasa ini, sebagai berikut:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti tradisi/kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak-pun kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Muslim No. 4822)
Sumber : Yusuf Mansur Network on Facebook

Minggu, 19 Februari 2012

Keistimewaan Bahasa Arab sebagai Bahasa Kitab Al Quran


Bahasa Arab memang sebuah bahasa yang istimewa. Sehingga Allah SWT berkenan berbicara kepada umat manusia dengan bahasa Arab lewat Al-Quran Al-Kariem. Padahal Al-Quran itu bukan hanya ditujukan kepada bangsa Arab saja, melainkan untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman.
Allah SWT bukan tidak tahu bahwa manusia itu memiliki ribuan jenis bahasa yang saling berbeda. Namun Dia telah menetapkan bahwa hanya ada satu bahasa yang digunakannya untuk memberik petunjuk buat milyaran umat manusia, yaitu bahasa Arab.
Sebelum diutusnya nabi Muhammad SAW, memang Allah SWT berbicara kepada umat manusia dengan menggunakan bahwa masing-masing. Dan Allah SWT mengutus para nabi dari keturunan masing-masing bangsa dan bahasa itu. Sebagaimana firman-Nya: Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. (QS. Ibrahim: 4)
Namun khusus untuk nabi yang terakhir, Allah SWT telah menetapkan kebijakan tersendiri. Pertama, nabi terakhir itu benar-benar nabi yang diutus untuk terakhir kalinya. Artinya, setelah itu tidak akan ada lagi nabi, meski hari kiamat masih jauh. Kedua, nabi itu hanya memiliki satu bahasa dan tentunya kitab suci yang diturunkan pun hanya satu bahasa saja. Dan bahasa yang dipilih adalah bahasa Arab.
Kemudian Allah SWT pun telah menetapkan bahwa cara manusia berkomunikasi dengan-Nya lewat ibadah shalat pun dengan menggunakan bahasa Arab. Shalat itu menjadi tidak sah ketika tidak menggunakan bahasa Arab, meski bukan berarti Allah SWT tidak mengerti bahasa Arab itu. Namun sengaja Allah SWT menetapkan bahwa shalat kepada-Nya hanya boleh menggunakan bahasa Arab saja.
Lantas ketika agama Islam ini disiarkan ke seluruh penjuru dunia, para sahabat, tabi’in dan generasi selanjutnya pun tetap konsekuen menggunakan bahasa Arab. Al-Quran Al-Karim pun tidak pernah diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Kalau pun suatu ketika diterjemahkan, maka terjemahannya itu tidak dianggap sebagai Al-Quran yang suci. Bahkan kitab-kitab yang ditulis para ulama di seluruh penjuru dunia tetap menggunakan bahasa Arab. Meski ulama itu bukan keturunan Arab dan tidak lahir di negeri Arab. Namun bahasa Arab telah dijadikan bahasa yang menyatukan dunia Islam, dari ujung barat Moroko hingga ujung timur Marouke. Hingga bahasa yang digunakan oleh umat Islam pun juga bahasa Arab.
Tentunya ada alasan kuat mengapa bahasa Arab yang dipilih Allah SWT untuk dijadikan bahasa komunikasi antara langit dan bumi. Para pakar bahasa Arab sering kali menyebutkan di antara keistimewaan itu antara lain:
Bahasa Arab adalah induk dari semua bahasa manusia
Pendapat ini sering mengemuka ketika kita mempelajari sejarah suatu bahasa. Analisa yang sering digunakan adalah bahwa sejak manusia pertama, Nabi Adam as, menjejakkan kaki di atas bumi, beliau sudah pandai berbicara. Dan karena sebelum beliau adalah penduduk surga, di mana ada keterangan bahwa bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab di dalam suatu riwayat, maka otomatis bahasa yang digunakan oleh Nabi Adam as itu adalah bahasa Arab. Dan tentunya anak-anak keturunan Nabi Adam as itu pun menggunakan bahasa Arab. Meski pun setelah itu jumlah mereka tambah banyak dan tersebar ke berbagai benua, menjadi jutaan bahasa yang saling berbeda.
Bahasa Arab adalah Bahasa Tertua dan Abadi
Bahasa Inggris sekarang ini boleh saja dikatakan bahwa paling populer di dunia, akan tetapi tidak ada bahasa yang bisa bertahan lama di muka bumi selain bahasa Arab. Sebab sejarah membuktikan bahwa sejak zaman Ibrahim Alaihissalam di muka bumi yang diperkirakan hidup pada abad 19 sebelum masehi, mereka tercatat sudah menggunakan bahasa Arab. Itu berarti bahasa Arab paling tidak sudah digunakan oleh umat manusia sejak 40 abad yang lalu, atau 40.000 tahun. Bahkan analisa yang lebih jauh lagi menunjukkan bahwa bahasa Arab telah berusia lebih tua lagi. Karena bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan Allah SWT untuk berfirman di dalam Al-Quran. Sementara Al-Quran itu sudah ada di sisi Allah SWT jauh sebelum awal mula diturunkan di masa Rasulullah SAW. Dan Allah SWT menjamin bahwa Al-Quran itu tidak akan lenyap hingga hari kiamat. Artinya, bahasa Arab adalah bahasa yang sudah jauh sebelum adanya peradaban manusia dan akan terus berlangsung hingga akhir dunia ini.
Bahasa Arab adalah Bahasa yang Paling Banyak Diserap
Bahkan serapan dari bahasa Arab nyaris terdapat di hampir semua bahasa yang ada saat ini. Nyaris bahasa-bahasa yang kita kenal sekarang ini, telah banyak menyerap kosa kata dan istilah dari bahasa Arab. Salah satunya adalah bahasa Ingrgris dan tentunya bahasa Indonesia. Bahkan bahasa ilmiyah di dunia sains pun tidak lepas dari pengaruh serapan kata dari bahasa Arab. Istilah alkohol, aljabar, algoritme dan lainnya adalah bagian dari serapan dari bahasa arab.
Bahasa Arab Memiliki Jumlah Perbendaharaan Kata yang Paling Banyak
Salah satu keistimewaan bahasa Arab lainnya adalah kekayaan dalam jumlah perbendaharaan kata. Mungkin karena usianya yang sudah tua namun masih digunakan hingga hari ini, sehingga penbendaharaan kata di dalam bahasa Arab menjadi sangat besar. Sebagai contoh, salah satu peneliti bahasa Arab mengemukakan bahwa orang Arab punya 80 sinonim untuk kata yang bermakna unta. Dan punya 200 sinonim untuk kata yang bermakna anjing.
Sumber: www.suryaningsih .wordpress.com